Wednesday 29 June 2016

Hal-Hal yang Mungkin Membuat Kita Merindukan SMAN 1 Pamotan 10 Tahun Lalu...





............. “Setahun, 5 tahun, atau bahkan 10 tahun setelah ini, aku ingin tahu bagaimana perasaanmu mengingat hari ini?”
“Hmmm... aku tak yakin akan hal itu...”
“Aaaahhh.... sepertinya itu menyedihkan. Apakah kita nanti akan bisa merasakan seperti yang kita rasakan sekarang? Atau jika semuanya sibuk saat itu, bisa jadi ini akan berubah menjadi... sedikit menyedihkan..”
“Aku tak akan lupa, sungguh!”
“Ah sudahlah... Bukankah kita juga harus mengucapkan perpisahan? “
“Pada siapa?”
“Sekolah ini. Mau ikut?”
Terdiam..
“Baiklah, sampai nanti... “
(Cuplikan Dialog Pada Sakura No Hanabira tachi)

Ah, tak terasa tahun ini adalah tahun ke 10 aku lulus dari sekolah itu.. iyaaaa, sekolah itu, SMA Negeri 1 Pamotan. Memang bukan sebuah sekolah yang terletak di kota besar, namun nama besarnya tak kalah dengan sekolah menengah atas yang ada di pusat kota di kabupaten ini. Waktu yang tak terasa begitu cepat merambat melahap setiap rentangan kejadian yang terangkai dalam aliran tahun.
 Mungkin kita sudah tak merasakan lagi ketika harus berjuang susah payah melawan waktu untuk tiba di sekolah secara tepat waktu. Dan mungkin juga banyak diantara kita yang lupa, kapan terakhir kali kita melihat teman-teman kita, sahabat-sahabat kita, mengenakan seragam yang sama dengan yang kita kenakan, yakni putih dan abu-abu, berdiri dibawah sinaran cahaya matahari yang sama di area sekolah kita dulu. Dan mungkin juga banyak diantara kita yang telah lupa, kapan terakhir kali kita diajar oleh bapak ibu guru kita, didalam ruang kelas, dimana cahaya hangat sinar matahari menerobos disela tirai jendela yang terlihat seolah bercahaya menandai semangat kita yang... ah, entahlah mungkin juga telah kita lupakan.
          Ketika memandang keluar kelas pun kita akan disuguhi dengan keberadaan teman-teman berbeda kelas yang tampak semakin dewasa meski masih berbalut seragam yang sama dengan yang kita kenakan. Masing-masing dari kita saat itu pastilah belum tahu, akan menjadi apa kelak. Dan andai saja kita tahu betapa berharganya waktu-waktu terakhir kita di SMA Pamotan saat itu, maka pasti akan kita isi dengan sesuatu yang lebih bermanfaat daripada apa yang telah kita lakukan dulu. Ah, pastilah semuanya telah terlupa dengan semua ini...
          Bahkan ada saatnya kita akan merindukan waktu-waktu dimana kita berbeda pemikiran, berbeda tujuan atau bahkan beradu fisik karena sesuatu hal yang tidak penting namun kita anggap sebagai sesuatu yang prinsipal pada waktu itu. Sesuatu yang konyol memang, yang mencoreng nilai-nilai kesiswaan kita, namun bisa jadi merupakan suatu kebanggaan saat itu karena merasa benar dalam mempertahankan sesuatu yang kita yakini. Hari-hari yang sulit dengan bejubelnya pelajaran pun entah kenapa kita rindukan. Sebuah perasaan yang aneh. Iya, tepat 10 tahun yang lalu.
IPA 10 Tahun yang lalu...
          Meski demikian, terkadang masih saja terasa saat-saat seperti waktu mengenakan seragam SMA. Baik itu putih abu-abu, ataupun Pramuka dengan badge Bimasena dan Arimbi-nya yang selalu kita banggakan. Mungkin ada sedikit rasa tak percaya ketika kita menghitung bahwa ternyata kita telah mengenakannya selama 3 tahun. Bahkan mungkin diantara kita mempunyai fikiran, Sepertinya baru saja kita memijakkan kaki untuk mendaftar di SMAN 1 Pamotan, dan menggantikan seragam biru putih SMP kita dengan seragam putih abu-abu dengan badge identitas sekolah kita yang baru, namun tahu-tahu kita sudah harus mengenakan seragam untuk saat-saat terakhir kita di lingkungan SMA ini..
          10 tahun bukanlah sebuah rentang waktu yang singkat. Ada banyak perubahan yang bisa saja terjadi dalam rentang waktu itu. Seperti yang terjadi pada SMA kita tercinta dulu. Tentulah akan berbeda dengan keadannya saat ini. Kita mungkin sudah tak akan mendapati suasana yang dulu kita lalui ketika menghabiskan masa belajar 3 tahun disekolah kita pada saat ini. Tapi pasti kenangan yang telah kita alami, tak akan pernah bisa hilang. Baik itu kenangan suka ataupun kenangan duka yang bisa saja berganti setiap waktu tanpa bisa kita atur atau kehendaki. 10 tahun tentulah cukup untuk sebuah perubahan besar. Dan kita harus sadar, saat ini tak bisa kita sama ratakan dengan 10 tahun yang lalu, di zaman kita masih mengenyam bangku sekolah disini. Gedung yang megah kini, tentu tak bisa dibandingkan dengan gedung sederhana yang kita gunakan dahulu. Namun sekali lagi, kenangan tentang sekolah ini tak akan pernah bisa hilang meski perubahan selalu menggerus segala objek yang menorehkan kenangan pada memori terdalam kita.
          Ada banyak hal yang membuat kita tak mungkin bisa lupa dengan SMAN 1 Pamotan 10 tahun yang lalu. Dan pastilah para siswa saat ini tak akan bisa menemui sebagian atau bahkan mungkin keseluruhan keseruan kita ketika menjadi siswa disana. Bukan bermaksud merendahkan atau apapun, tapi inilah beberapa hal yang tak bisa ditemukan siswa SMAN 1 Pamotan saat ini, dn hanya bisa kita temui di zaman kita dahulu. Sebenarnya ada banyak hal yang bisa mengingatkan kita pada SMAN 1 Pamotan. Tentunya yang kita bahas disini selain bapak dan ibu guru serta tenaga pengajar yang telah memberikan ilmunya pada kita.. karena jelas, merekalah unsur utama yang menarik kerinduan kita pada sekolah ini. Ah, membahasnya membuatku menjadi semakin rindu dengan masa-masa SMA dulu..
1.     Bangunan Yang Sederhana
Kita tak mungkin membandingkan Bangunan yang ada di SMA Pamotan saat ini dengan 10 tahun yang lalu. Tentu akan kita dapati perbedaan yang sangat jauh. 10 tahun yang lalu, nafas dari operasional sekolah masih bergantung pada iuran siswa. Berbeda dengan sekarang yang mendapatkan bantuan dari pemerintah. Hal ini tentu berimbas pada pembangunan di sekolah. 10 tahun lalu, Sekolah pasti akan berfikir berkali-kali jika akan melakukan pembangunan sarana penunjang pendidikan karena pasti akan memberati siswa. Sekarang? Tentu pembangunan bisa sesuai dengan perencanaan. Maka tak heran, pada 10 tahun yang lalu, pertama kali kita masuk ke SMA Pamotan, kita akan disambut dengan pintu gerbang yang sudah tua dan berkarat (mungkin setua Napoleon kali. hihihi). Selain itu, kita juga akan menemukan pula papan identitas sekolah yang seadanya, dan yang menjadi trade mark sekolah ini adalah pagarnya! Saat itu tentu kita masih ingat jika sekolah kita belum berpagar keliling. Tak cukup sampai disitu, jika kita melewati SMA Pamotan dari arah Lasem, maka kita akan melihat tulisan “Awas Bahaya Mau Roboh!!” yang menjadi trade mark sekolah kita. Coba bayangkan dengan keadaan sekarang. Pasti akan berbeda kan? Gedung dan bangunan megah mendominasi sekolah kita kini, dan tentunya trade mark sekolah kita tak dapat ditemui oleh siswa saat ini kan?
dulu... ini adalah ruang kelas penulis saat kelas 1..
2.    Hukuman Bagi Yang Terlambat mengikuti Upacara atau tidak lengkap.
Hukuman bagi yang terlambat upacara atau atribut tidak lengkap bermacam-macam. Tapi yang paling sering adalah, kita dibuatkan barisan pada sisi lapangan paling barat. Tidak sampai disitu, barisan sakit hati, eh, barisan telat upacara ini menghadap ke timur, langsung menghadap matahari. Kebayang kan gimana rasanya upacara dengan menghadap ke matahari? Penulis sih sering! huhuhuhuhuhu.
Siapa yang sering telat upacara? hayooo....
3.    Hukuman Bagi Yang Datang Terlambat.
Mungkin ini adalah salah satu hukuman yang paling unik yang pernah diterima anak-anak SMA Pamotan 10 tahun yang lalu. Apa itu? Bagi siswa yang telat, hukuman yang populer bukanlah hukuman fisik. Tapi satu diantara 2 hal ini. Yang pertama adalah membawa pupuk kompos (bahasa kasarnya adalah kotoran ternak) atau membuat bumbung (pagar kecil untuk melindungi tanaman). Maklum lah, saat itu SMA kita kan sedang gencar-gencarnya mengadakan penghijauan (patut dicontoh sekolah lain ini). Terkadang, bagi siswa yang merasa keberatan dengan membawa bumbung, mereka meminta Pak Kirno (penjaga sekolah) untuk membuatkannya. Tentu dengan kompensasi yang setara. Bagaimana dengan penulis? Tenang, sudah langganan! (langganan dapat hukuman ini. hakhakhak). Bagaimana dengan saat ini?
4.    Hukuman dari Bapak Ibu Guru.
Ini mungkin sudah sangat jarang kita temui saat ini. Karena alasan HAM atau apalah itu, yang semakin mempreteli kredibilitas pendidikan kita. 10 tahun lalu, hukuman fisik merupakan hal yang biasa bagi pelanggar peraturan sekolah. Bahkan sebuah hukuman dengan cara berjalan jongkok sambil memanggul kursi masing-masing merupakan suatu hal yang biasa bagi mereka yang lupa mengerjakan PR. Bagaimana jika diterapkan sekarang? Tentu pemberian hukuman pada siswa akan menjadi masalah yang berlarut-larut. Tapi dari sanalah kita bisa menjadi lebih disiplin dan patuh terhadap peraturan yang ditetapkan untuk kemudian berusaha menjadi lebih baik lagi. Bahkan ada kalanya hukuman-hukuman dari Bapak/Ibu Guru membuat kita menjadi rindu dengan saat-saat sekolah kita dulu. Tenang, penulis tidak pernah dapat hukuman kayak gini kok.. *bangga dikit.
5.    Tanda bel yang khas.
Dari dulu, dari jaman pertama bersekolah di SMAN 1 Pamotan, salah satu yang membuat kangen adalah bunyi bel sekolah yang antik dan khas. Ketika sekolah lain sudah berlomba untuk memodernisasi tanda bel mereka, SMA Pamotan Bergeming dengan bel besi yang dipukul oleh, ehem, seseorang yang khas pula. Pak Lan, begitu biasa kami memanggilnya. Sosok yang dengan setia memukul Bel besi ketika waktunya tiba. Sekarang? Semoga saja masih digunakan...
6.    Cara Guru Mengidentifikasi Siswa “penyelundup”.
Hal lain yang tidak bisa dilupakan oleh siswa SMAN 1 Pamotan 10 tahun yang lalu adalah cara guru engidentifikasi siswa penyelundup. Maksud penyelundup disini adalah siswa yang telat tapi bisa masuk ke kelasnya melalui jalan samping. Kan pada waktu itu belum ada pagar keliling. Jadi bisa saja kan para siswa yang terlambat lewat jalan samping sekolah untuk masuk ke kelasnya? Namun, tak kurang akal, guru SMAN 1 Pamotan pun bisa membedakan siswa yang telat dengan yang tepat waktu. Caranya? Mudah. Cukup dilihat sepatunya! Jika sepatunya kotor, atau terkena tanah basah, identifikasi awal bisa jadi dia telat! Karna, kiri kanan sekolah waktu itu masih berupa persawahan, sehingga tanahnya basah dan menempel di sepatu. Sebuah cara yang sederhana namun sangat efektif. Bagaimana dengan sekarang? Sepertinya.... ah...
Ini Bukan Penyelundup.. tapi ini wajah Siswa SMAPA 10 Tahun yang lalu... :D
7.    Pura-pura dari Kantin ketika Telat.
Alternatif lain bagi siswa yang terlambat untuk menghindari hukuman adalah dengan berpura-pura selesai sarapan dari kantin. Setidaknya hukuman mereka lebih ringan jika terdeteksi telat secara de facto. (halah!). bagaimana bisa? Iyalah bisa. Dari arah timur kan dulu ada jalan pintas (aslinya jalan persawahan). Karena sekolah belum memiliki pagar keliling, maka jalan itu bisa langsung mengarah ke kantin. Untuk menghindari kecurigaan guru, tasnya mereka titipkan dikantin dan diambil ketika istirahat tiba. Berhasilkah cara ini? Ketika musim kemarau tiba, kemungkinan berhasil lebih besar daripada musim penghujan. Karena tanah sawahnya kering... tapi, jangan ditiru! (maaf ya bapak ibu guru.. penulis ndak ikutan kok..). sekarang? Dengan pagar keliling yang rapat, tentunya hal ini akan sulit dilakukan oleh siswa sekarang dan hanya bisa dilakukan oleh siswa SMAN 1 Pamotan 10 tahun yang lalu...
8.    Tempat “Persembunyian” Alternatif.
Maksud tempat persembunyian disini adalah rerimbunan pohon bambu yang terletak dibelakang areal sekolah. Disini, beberapa siswa memanfaatkannya ketika membutuhkan ketenangan saat hendak ada ulangan. Bukan mencari wahyu, ilham, atau pangsit (halahhhh!! kalo pangsit mah di Bang Niam depan Masjid Pamotan ituuuhhh), tapi untuk belajar bersama dan mempersiapkan bahan ulangan.. sekarang? Sepertinya sudah ndak bisa lagi deh. Karena sudah tertutup pagar..
9.    “Hijrah” saat Berolahraga.
Berbeda dengan saat ini yang fasilitas olahraganya terbilang lengkap, 10 tahun yang lalu tidaklah sama. Ketika pelajaran olahraga dan kita hendak memainkan sepakbola, maka satu-satunya jalan adalah kita harus hijrah ke arah barat areal sekolah ke lapangan milik desa. Bukan hanya itu, meski sudah hijrah, dalam bermain sepakbola kita juga masih harus bersusah payah untuk bisa bermain maksimal. Lapangan desa yang kami pakai tidaklah rata. Bahkan kemiringannya sangat jelas terlihat. Jadi kita harus pandai-pandai mengolah bola plus menjaga keseimbangan saat berhijrah untuk bermain sepakbola disana.. sekarang? Bermain sepakbola cukup di areal sekolah. Karena sekolah telah menyediakan lapangan sepakbola yang lumayan bagus...
10. Class Meeting yang hampir selalu “Meminta Korban”
Korban disini berarti anak-anak atau siswa yang terluka atau cedera ketika mengikuti class meeting. Wajar saja, 10 tahun yang lalu, arena class meeting masih berupa hamparan tanah yang belum ada paving atau lapisan penghalus lainnya. Jadi ketika class meeting dilaksanakan, maka semangat juang yang membara akan diiringi dengan beberapa luka lecet bagi para siswa yang tanpa sengaja terjatuh karena saling beradu semangat. Iyap, luka kecil bukanlah sesuatu yang ditakutkan anak-anak SMA Pamotan 10 tahun yang lalu. Karena memang, ketika kita terjatuh, tanah berpasir dan bahkan berkerikil akan selalu setia menanti tubuh kita yang terhuyung ke tanah. Meski begitu, momen-momen seperti ini selalu dinantikan, dan.... 10 tahun kemudian entah mengapa membuat rasa rindu di bongkahan hati kecilku... (rindu? Memangnya penulis ikutan class meeting? Keren doonngg!!... sekedar bocoran ya, tiap kali class meeting dilaksanakan, penulis selalu setia mengikutinya. Semua kegiatan penulis ikuti. Terutama olahraga. Beeuuuhhh.... sudah langganan kalo penulis dulu menjadi pemain cadangannya cadangan.. )
11.  Janjian Dengan Surat Atau Perantara.
Ehem, ehem.... siapa ini yang dulu melakukan hal ini? Yang pernah melakukan hal ini pasti senyum-senyum sendiri. Coba kita kilas balik lagi. 10 tahun yang lalu, HP belumlah sepopuler sekarang. Jadi untuk membuat janji dengan seseorang yang berbeda kelas, bisa dengan mengirimkan surat melalui teman yang lain. Uhhh, ribet ya? Memang ribet untuk ukuran sekarang. Tapi, 10 tahun yang lalu, hal seperti itu sih biasa. Ini berlaku juga untuk siswa yang ingin nembak target operasinya tapi tidak punya nyali untuk bertemu secara langsung. Lalu dimana gregetnya? Ada kok.. gregetnya adalah, masa-masa ketika menunggu balasan surat “Tembakan” yang kita kirim. Tentu akan sangat bahagia jika dibalas sesuai dengan yang diinginkan dan akan sedih jika dibalas dengan penolakan. Namun yang lebih tragis lagi adalah.... ketika sudah mengirim surat “tembakan”.... dan target operasinya tidak memberikan jawaban sama sekali. Tidak mengatakan “tidak”, dan tidak pula mengatakan “iya”. Bagaikan menanti sesuatu yang belum jelas kehadirannya... *penulis pernah punya pengalaman tentang hal ini. Membuat surat tembakan dua kali, tapi semuanya bukan untuk penulis sendiri. Satu untuk teman sekelas berinisial “L” (sumpah ini bukan L yang menjadi bintang utama The Death Note), dan yang kedua untuk teman dengan inisial “A” (aslinya sih bernama Agus). Hasilnya? Alhamdulillah, dua-duanya ditolak! Bahkan sang pujaan hati si “L” malah pindah sekolah beberapa waktu setelah mendapatkan surat tembakan itu.. jangan-jangan....
12. Penjelajahan Pramuka yang Selalu Dirindukan.
Ini nih yang menjadi salah satu poin penting mengapa sekolah di SMAN 1 Pamotan pada 10 tahun yang lalu sangat dirindukan. Dulu, kegiatan pramuka yang dilaksanakan di sekolah selalu diselingi dengan penjelajahan alam diluar kompleks sekolah. Tak tanggung-tanggung, jarak yang ditempuh bisa mencapai puluhan kilometer dan semuanya dilangsungkan diluar sekolah. Bahkan Kadang area penjelajahan berjarak beberapa kilometer dari sekolah. Meskipun capek, suasana perkemahan saat itu memang benar-benar mendidik siswa untuk lebih dekat dengan alam. Bukan hanya slogan, tapi kami benar-benar diperlihatkan alam yang nyata, didekatkan dengan alam, dan yang terpenting diajari untuk menghargai alam. Mungkin yang terjauh yang pernah penulis tempuh adalah ketika harus melakukan penjelajah di Gunung Mbugel dengan rute ke puncak. Sampai daerah ceriwik, dan memutar menuruni gunung lewat timur SMPN 1 Pancur untuk kemudian kembali ke areal perkemahan di SMAN 1 Pamotan. Semuanya dengan berjalan kaki lho... hemm... jadi ingin menjelajah gunung lagi.. lalu bagaimana dengan sekarang? Yaahhh... penulis gakk tau... yang pasti pengalaman menjelajah alam itu semakin membuat rindu pada SMAN 1 Pamotan 10 Tahun yang lalu..
Ini Bukan Pramuka, ini sekedar iklan...
13. Kakak Pembina Pramuka yang “Mengartiskan Diri”
Sudah tak bisa dipungkiri jika masa SMA adalah masa pencarian jatidiri yang sebenarnya tak pernah hilang sama sekali (lalu kenapa dicariiiiiiiii????). maksud dari mengartiskan diri disini tak lepas dari salah satu kegiatan perkemahan yang mengharuskan adik-adik pembina mengirim surat kepada kakak pembina yang dikaguminya. Surat itu bisa surat kekaguman biasa atau bahkan malah surat cinta yang menyatakan perasaan... tentu saja perasaan cintanya. Dan kesempatan untuk kakak pembina menjadi artis dadakan sangat terbuka lebar. Karena mau tak mau (malah bahkan cenderung memaksa kalau tak mau dikatakan mengancam. Xixixixi) adik tingkat harus mengirimkan surat kepada kakak pembina pramuka. Bisa dibayangkan kan bagaimana malunya si adik tingkat ketika karus menulis surat kepada kakak pembinanya.. tapi disanalah letak keseruannya. Kita dituntut untuk menjadi seseorang yang berani menyatakan apa yang ingin dinyatakan, mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan. Mungkin cara ini bisa dipakai oleh para Jones (Jomblo Ngenes) yang sudah abadi dengan kejombloannya.. xixixixi... *gara-gara acara beginian, penulis malah mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan.. saking ngartisnya, sampai ada adik tingkat yang ngirim surat yang ternyata dia...... cowok!
14. Berebut bus angkutan ketika pulang sekolah
10 tahun yang lalu, mayoritas siswa di SMAN 1 Pamotan masih menggunakan bus sebagai sarana untuk berangkat dan pulang sekolah. Tak seperti saat ini yang kebanyakan menggunakan motor sebagai kendaraan untuk ke sekolah, dulu menggunakan bus merupakan hal yang paling banyak dilakukan oleh siswa baik itu yang jauh ataupun dekat jarak rumahnya. Nah, hal yang membuat rindu adalah, dimana saat bel pulang sekolah berdentang. Ketika semua siswa berhamburan keluar kelas dan menunggu kedatangan bus di pinggir jalan secara bersama-sama, dan berharap bus yang datang nantinya masih kosong. (kadang para penunggu bus kecewa juga. Karena ternyata bus yang datang sudah penuh dengan siswa dari sekolah lain). Ketika melihat ada bus datang, maka siswa-siswi tersebut langsung berhamburan menyambut dan berdesakan untuk bisa naik agar dapat pulang sekolah dengan segera. Bahkan demi bisa mendapatkan tempat duduk atau mendapatkan bus lebih awal dari para “penunggu bus” yang lain, tak jarang para siswa nekad untuk mencegat bus di barat sekolah, dengan berjalan jauuuuhhh ke barat. *contohnya penulis, demi mendapatkan bus dengan segera, tak jarang penulis dan kawan-kawan rela berjalan jauh ke barat. Dan... yang paling sering dilakukan penulis beserta kawan-kawan adalah... mencegat bus di pos ronda di pertigaan desa Gayam.. entah berapa jauhnya itu... hihihi
Wajah-wajah 10 Tahun yang lalu...
15. Menunggu bus dibawah pohon asam di pinggir jalan.
Satu hal yang membuat kangen dengan keadaan SMA Pamotan 10 Tahun yang lalu adalah suasana bubaran sekolah. Ketika pulang sekolah, akan terlihat siswa-siswi SMAPA berjajar di pinggir jalan dan bergerombol dibawah pohon asam yang tumbuh subur di sepanjang jalan raya depan sekolah. Saat ini mungkin masih terlihat sama. Tapi jika kita bandingkan dengan 10 tahun lalu, ketika halte bus belum ada dan kebanyakan siswa masih menggunakan bus (bukan motor seperti saat ini) pastilah akan ada semacam rasa yang hilang dan membuat rindu. entah rasa apa itu yang jelas, bagi sebagian siswa, menikmati saat-saat menunggu bus dibawah pohon asam depan sekolah memberikan kesan tersendiri yang mungkin akan membuat sebuah perasaan ingin mengulang lagi masa-masa itu.
16. Petugas Perpustakaan Yang Pendiam dan ditakuti.
Bagi sebagian siswa yang doyan pergi ke perpustakaan sekolah, tentu tak asing lagi dengan sang penjaga perpustakaan yang bernama mbak Atif. Bagi yang terbiasa ke perpustakaan juga, pasti akan tahu jika sebenarnya mbak Atif ini adalah seorang yang enak untuk diajak ngobrol, sharing, bertanya atau bahkan curhat. Namun, sayangnya karena budaya anak-anak SMAPA 10 tahun lalu tidak familiar dengan yang namanya baca membaca atau perpustakaan, maka sosok mbak Atif lebih sering terdefinisikan sebagai sosok yang pendiam, galak, suka marah, dan... misterius!. Sebenarnya, jika kalian tahu ya vroohh, jika kalian sering berkunjung ke perpustakaan dan berinteraksi dengan beliau, kesan negatif yang menempel pada mbak Atif akan hilang dan berganti dengan sosok yang ramah, charming, suka becanda dan tentunya.. suka nunjukin buku yang kalian inginkan! Tapi apapun itu, mungkin salah satu yang membuat SMAPA 10 tahun yang lalu tercetak kuat di ingatan adalah sosok yang menjaga perpustakaan itu.
17. Menghitung Gerimis dibawah Pohon Asam Depan Sekolah.
Kalo ini sih bukan pendapat umum. Ini sih pendapat penulis sendiri suka main gerimis-gerimisan dan menikmati gerimis dibawah pohon asam depan SMAPA. Yah, dasarnya memang suka dengan gerimis dari kecil. Jadi terbawa sampai besar, sampai SMA juga. Sangat tidak penting kan untuk ditulis? Ya iyalahhh... tapi beneran, coba deh, sekali waktu nikmati gerimis yang merinai dengan penuh penghayatan. Perasaan pembaca akan menjadi lebih tenang dan akan lebih terimajinasi dengan sesuatu yang mungkin tak pernaah pembaca bayangkan.. lalu kenapa dikasih judul menghitung gerimis dibawah pohon asam depan sekolah? Biar agak keren aja vroohh... tavvuran nyookkkk! Daripada banyak tanya! Aaahh, penulisnya ajah yang gak jelas! *komentar para pembaca.
Nah, mungkin itulah hal-hal yang membuat kita kangen dengan masa-masa sekolah kita dulu di SMAN 1 Pamotan.. mungkin ada yang sama, mungkin juga tidak. Lalu, apa yang membuatmu kangen dengan masa sekolah di SMAPA?
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...