.............
“Setahun, 5 tahun, atau bahkan 10 tahun setelah ini, aku ingin tahu bagaimana
perasaanmu mengingat hari ini?”
“Hmmm...
aku tak yakin akan hal itu...”
“Aaaahhh....
sepertinya itu menyedihkan. Apakah kita nanti akan bisa merasakan seperti yang
kita rasakan sekarang? Atau jika semuanya sibuk saat itu, bisa jadi ini akan
berubah menjadi... sedikit menyedihkan..”
“Aku tak
akan lupa, sungguh!”
“Ah
sudahlah... Bukankah kita juga harus mengucapkan perpisahan? “
“Pada
siapa?”
“Sekolah
ini. Mau ikut?”
Terdiam..
“Baiklah,
sampai nanti... “
(Cuplikan Dialog Pada Sakura No
Hanabira tachi)
Ah,
tak terasa tahun ini adalah tahun ke 10 aku lulus dari sekolah itu.. iyaaaa,
sekolah itu, SMA Negeri 1 Pamotan. Memang bukan sebuah sekolah yang terletak di
kota besar, namun nama besarnya tak kalah dengan sekolah menengah atas yang ada
di pusat kota di kabupaten ini. Waktu yang tak terasa begitu cepat merambat
melahap setiap rentangan kejadian yang terangkai dalam aliran tahun.
Mungkin kita sudah tak merasakan lagi ketika
harus berjuang susah payah melawan waktu untuk tiba di sekolah secara tepat
waktu. Dan mungkin juga banyak diantara kita yang lupa, kapan terakhir kali
kita melihat teman-teman kita, sahabat-sahabat kita, mengenakan seragam yang
sama dengan yang kita kenakan, yakni putih dan abu-abu, berdiri dibawah sinaran
cahaya matahari yang sama di area sekolah kita dulu. Dan mungkin juga banyak
diantara kita yang telah lupa, kapan terakhir kali kita diajar oleh bapak ibu
guru kita, didalam ruang kelas, dimana cahaya hangat sinar matahari menerobos
disela tirai jendela yang terlihat seolah bercahaya menandai semangat kita
yang... ah, entahlah mungkin juga telah kita lupakan.
Ketika memandang keluar kelas pun kita
akan disuguhi dengan keberadaan teman-teman berbeda kelas yang tampak semakin
dewasa meski masih berbalut seragam yang sama dengan yang kita kenakan.
Masing-masing dari kita saat itu pastilah belum tahu, akan menjadi apa kelak.
Dan andai saja kita tahu betapa berharganya waktu-waktu terakhir kita di SMA
Pamotan saat itu, maka pasti akan kita isi dengan sesuatu yang lebih bermanfaat
daripada apa yang telah kita lakukan dulu. Ah, pastilah semuanya telah terlupa
dengan semua ini...
Bahkan ada saatnya kita akan
merindukan waktu-waktu dimana kita berbeda pemikiran, berbeda tujuan atau
bahkan beradu fisik karena sesuatu hal yang tidak penting namun kita anggap
sebagai sesuatu yang prinsipal pada waktu itu. Sesuatu yang konyol memang, yang
mencoreng nilai-nilai kesiswaan kita, namun bisa jadi merupakan suatu kebanggaan
saat itu karena merasa benar dalam mempertahankan sesuatu yang kita yakini.
Hari-hari yang sulit dengan bejubelnya pelajaran pun entah kenapa kita
rindukan. Sebuah perasaan yang aneh. Iya, tepat 10 tahun yang lalu.
IPA 10 Tahun yang lalu... |
Meski demikian, terkadang masih saja
terasa saat-saat seperti waktu mengenakan seragam SMA. Baik itu putih abu-abu,
ataupun Pramuka dengan badge Bimasena dan Arimbi-nya yang selalu kita
banggakan. Mungkin ada sedikit rasa tak percaya ketika kita menghitung bahwa
ternyata kita telah mengenakannya selama 3 tahun. Bahkan mungkin diantara kita
mempunyai fikiran, Sepertinya baru saja kita memijakkan kaki untuk mendaftar di
SMAN 1 Pamotan, dan menggantikan seragam biru putih SMP kita dengan seragam
putih abu-abu dengan badge identitas sekolah kita yang baru, namun tahu-tahu
kita sudah harus mengenakan seragam untuk saat-saat terakhir kita di lingkungan
SMA ini..
10 tahun bukanlah sebuah rentang waktu
yang singkat. Ada banyak perubahan yang bisa saja terjadi dalam rentang waktu
itu. Seperti yang terjadi pada SMA kita tercinta dulu. Tentulah akan berbeda
dengan keadannya saat ini. Kita mungkin sudah tak akan mendapati suasana yang
dulu kita lalui ketika menghabiskan masa belajar 3 tahun disekolah kita pada
saat ini. Tapi pasti kenangan yang telah kita alami, tak akan pernah bisa
hilang. Baik itu kenangan suka ataupun kenangan duka yang bisa saja berganti
setiap waktu tanpa bisa kita atur atau kehendaki. 10 tahun tentulah cukup untuk
sebuah perubahan besar. Dan kita harus sadar, saat ini tak bisa kita sama
ratakan dengan 10 tahun yang lalu, di zaman kita masih mengenyam bangku sekolah
disini. Gedung yang megah kini, tentu tak bisa dibandingkan dengan gedung
sederhana yang kita gunakan dahulu. Namun sekali lagi, kenangan tentang sekolah
ini tak akan pernah bisa hilang meski perubahan selalu menggerus segala objek
yang menorehkan kenangan pada memori terdalam kita.
Ada banyak hal yang membuat kita tak
mungkin bisa lupa dengan SMAN 1 Pamotan 10 tahun yang lalu. Dan pastilah para
siswa saat ini tak akan bisa menemui sebagian atau bahkan mungkin keseluruhan
keseruan kita ketika menjadi siswa disana. Bukan bermaksud merendahkan atau
apapun, tapi inilah beberapa hal yang tak bisa ditemukan siswa SMAN 1 Pamotan
saat ini, dn hanya bisa kita temui di zaman kita dahulu. Sebenarnya ada banyak
hal yang bisa mengingatkan kita pada SMAN 1 Pamotan. Tentunya yang kita bahas
disini selain bapak dan ibu guru serta tenaga pengajar yang telah memberikan
ilmunya pada kita.. karena jelas, merekalah unsur utama yang menarik kerinduan
kita pada sekolah ini. Ah, membahasnya membuatku menjadi semakin rindu dengan
masa-masa SMA dulu..
1.
Bangunan Yang
Sederhana
Kita
tak mungkin membandingkan Bangunan yang ada di SMA Pamotan saat ini dengan 10
tahun yang lalu. Tentu akan kita dapati perbedaan yang sangat jauh. 10 tahun
yang lalu, nafas dari operasional sekolah masih bergantung pada iuran siswa.
Berbeda dengan sekarang yang mendapatkan bantuan dari pemerintah. Hal ini tentu
berimbas pada pembangunan di sekolah. 10 tahun lalu, Sekolah pasti akan
berfikir berkali-kali jika akan melakukan pembangunan sarana penunjang
pendidikan karena pasti akan memberati siswa. Sekarang? Tentu pembangunan bisa
sesuai dengan perencanaan. Maka tak heran, pada 10 tahun yang lalu, pertama
kali kita masuk ke SMA Pamotan, kita akan disambut dengan pintu gerbang yang
sudah tua dan berkarat (mungkin setua Napoleon kali. hihihi). Selain itu, kita
juga akan menemukan pula papan identitas sekolah yang seadanya, dan yang
menjadi trade mark sekolah ini adalah pagarnya! Saat itu tentu kita masih ingat
jika sekolah kita belum berpagar keliling. Tak cukup sampai disitu, jika kita melewati
SMA Pamotan dari arah Lasem, maka kita akan melihat tulisan “Awas Bahaya Mau
Roboh!!” yang menjadi trade mark sekolah kita. Coba bayangkan dengan keadaan
sekarang. Pasti akan berbeda kan? Gedung dan bangunan megah mendominasi sekolah
kita kini, dan tentunya trade mark sekolah kita tak dapat ditemui oleh siswa
saat ini kan?
dulu... ini adalah ruang kelas penulis saat kelas 1.. |
2.
Hukuman
Bagi Yang Terlambat mengikuti Upacara atau tidak lengkap.
Hukuman
bagi yang terlambat upacara atau atribut tidak lengkap bermacam-macam. Tapi
yang paling sering adalah, kita dibuatkan barisan pada sisi lapangan paling
barat. Tidak sampai disitu, barisan sakit hati, eh, barisan telat upacara ini
menghadap ke timur, langsung menghadap matahari. Kebayang kan gimana rasanya
upacara dengan menghadap ke matahari? Penulis sih sering! huhuhuhuhuhu.
Siapa yang sering telat upacara? hayooo.... |
3.
Hukuman
Bagi Yang Datang Terlambat.
Mungkin
ini adalah salah satu hukuman yang paling unik yang pernah diterima anak-anak
SMA Pamotan 10 tahun yang lalu. Apa itu? Bagi siswa yang telat, hukuman yang
populer bukanlah hukuman fisik. Tapi satu diantara 2 hal ini. Yang pertama
adalah membawa pupuk kompos (bahasa kasarnya adalah kotoran ternak) atau
membuat bumbung (pagar kecil untuk melindungi tanaman). Maklum lah, saat itu
SMA kita kan sedang gencar-gencarnya mengadakan penghijauan (patut dicontoh
sekolah lain ini). Terkadang, bagi siswa yang merasa keberatan dengan membawa
bumbung, mereka meminta Pak Kirno (penjaga sekolah) untuk membuatkannya. Tentu
dengan kompensasi yang setara. Bagaimana dengan penulis? Tenang, sudah
langganan! (langganan dapat hukuman ini. hakhakhak). Bagaimana dengan saat ini?
4.
Hukuman
dari Bapak Ibu Guru.
Ini
mungkin sudah sangat jarang kita temui saat ini. Karena alasan HAM atau apalah
itu, yang semakin mempreteli kredibilitas pendidikan kita. 10 tahun lalu,
hukuman fisik merupakan hal yang biasa bagi pelanggar peraturan sekolah. Bahkan
sebuah hukuman dengan cara berjalan jongkok sambil memanggul kursi
masing-masing merupakan suatu hal yang biasa bagi mereka yang lupa mengerjakan
PR. Bagaimana jika diterapkan sekarang? Tentu pemberian hukuman pada siswa akan
menjadi masalah yang berlarut-larut. Tapi dari sanalah kita bisa menjadi lebih
disiplin dan patuh terhadap peraturan yang ditetapkan untuk kemudian berusaha
menjadi lebih baik lagi. Bahkan ada kalanya hukuman-hukuman dari Bapak/Ibu Guru
membuat kita menjadi rindu dengan saat-saat sekolah kita dulu. Tenang, penulis
tidak pernah dapat hukuman kayak gini kok.. *bangga dikit.
5.
Tanda bel
yang khas.
Dari
dulu, dari jaman pertama bersekolah di SMAN 1 Pamotan, salah satu yang membuat
kangen adalah bunyi bel sekolah yang antik dan khas. Ketika sekolah lain sudah
berlomba untuk memodernisasi tanda bel mereka, SMA Pamotan Bergeming dengan bel
besi yang dipukul oleh, ehem, seseorang yang khas pula. Pak Lan, begitu biasa
kami memanggilnya. Sosok yang dengan setia memukul Bel besi ketika waktunya
tiba. Sekarang? Semoga saja masih digunakan...
6.
Cara Guru
Mengidentifikasi Siswa “penyelundup”.
Hal
lain yang tidak bisa dilupakan oleh siswa SMAN 1 Pamotan 10 tahun yang lalu
adalah cara guru engidentifikasi siswa penyelundup. Maksud penyelundup disini
adalah siswa yang telat tapi bisa masuk ke kelasnya melalui jalan samping. Kan
pada waktu itu belum ada pagar keliling. Jadi bisa saja kan para siswa yang
terlambat lewat jalan samping sekolah untuk masuk ke kelasnya? Namun, tak
kurang akal, guru SMAN 1 Pamotan pun bisa membedakan siswa yang telat dengan
yang tepat waktu. Caranya? Mudah. Cukup dilihat sepatunya! Jika sepatunya
kotor, atau terkena tanah basah, identifikasi awal bisa jadi dia telat! Karna,
kiri kanan sekolah waktu itu masih berupa persawahan, sehingga tanahnya basah
dan menempel di sepatu. Sebuah cara yang sederhana namun sangat efektif.
Bagaimana dengan sekarang? Sepertinya.... ah...
Ini Bukan Penyelundup.. tapi ini wajah Siswa SMAPA 10 Tahun yang lalu... :D |
7.
Pura-pura
dari Kantin ketika Telat.
Alternatif
lain bagi siswa yang terlambat untuk menghindari hukuman adalah dengan
berpura-pura selesai sarapan dari kantin. Setidaknya hukuman mereka lebih
ringan jika terdeteksi telat secara de facto. (halah!). bagaimana bisa? Iyalah
bisa. Dari arah timur kan dulu ada jalan pintas (aslinya jalan persawahan).
Karena sekolah belum memiliki pagar keliling, maka jalan itu bisa langsung
mengarah ke kantin. Untuk menghindari kecurigaan guru, tasnya mereka titipkan
dikantin dan diambil ketika istirahat tiba. Berhasilkah cara ini? Ketika musim
kemarau tiba, kemungkinan berhasil lebih besar daripada musim penghujan. Karena
tanah sawahnya kering... tapi, jangan ditiru! (maaf ya bapak ibu guru.. penulis
ndak ikutan kok..). sekarang? Dengan pagar keliling yang rapat, tentunya hal
ini akan sulit dilakukan oleh siswa sekarang dan hanya bisa dilakukan oleh
siswa SMAN 1 Pamotan 10 tahun yang lalu...
8.
Tempat
“Persembunyian” Alternatif.
Maksud
tempat persembunyian disini adalah rerimbunan pohon bambu yang terletak
dibelakang areal sekolah. Disini, beberapa siswa memanfaatkannya ketika
membutuhkan ketenangan saat hendak ada ulangan. Bukan mencari wahyu, ilham,
atau pangsit (halahhhh!! kalo pangsit mah di Bang Niam depan Masjid Pamotan
ituuuhhh), tapi untuk belajar bersama dan mempersiapkan bahan ulangan..
sekarang? Sepertinya sudah ndak bisa lagi deh. Karena sudah tertutup pagar..
9.
“Hijrah”
saat Berolahraga.
Berbeda
dengan saat ini yang fasilitas olahraganya terbilang lengkap, 10 tahun yang
lalu tidaklah sama. Ketika pelajaran olahraga dan kita hendak memainkan
sepakbola, maka satu-satunya jalan adalah kita harus hijrah ke arah barat areal
sekolah ke lapangan milik desa. Bukan hanya itu, meski sudah hijrah, dalam
bermain sepakbola kita juga masih harus bersusah payah untuk bisa bermain
maksimal. Lapangan desa yang kami pakai tidaklah rata. Bahkan kemiringannya
sangat jelas terlihat. Jadi kita harus pandai-pandai mengolah bola plus menjaga
keseimbangan saat berhijrah untuk bermain sepakbola disana.. sekarang? Bermain
sepakbola cukup di areal sekolah. Karena sekolah telah menyediakan lapangan
sepakbola yang lumayan bagus...
10. Class Meeting yang hampir selalu
“Meminta Korban”
Korban
disini berarti anak-anak atau siswa yang terluka atau cedera ketika mengikuti
class meeting. Wajar saja, 10 tahun yang lalu, arena class meeting masih berupa
hamparan tanah yang belum ada paving atau lapisan penghalus lainnya. Jadi
ketika class meeting dilaksanakan, maka semangat juang yang membara akan
diiringi dengan beberapa luka lecet bagi para siswa yang tanpa sengaja terjatuh
karena saling beradu semangat. Iyap, luka kecil bukanlah sesuatu yang
ditakutkan anak-anak SMA Pamotan 10 tahun yang lalu. Karena memang, ketika kita
terjatuh, tanah berpasir dan bahkan berkerikil akan selalu setia menanti tubuh
kita yang terhuyung ke tanah. Meski begitu, momen-momen seperti ini selalu
dinantikan, dan.... 10 tahun kemudian entah mengapa membuat rasa rindu di
bongkahan hati kecilku... (rindu? Memangnya penulis ikutan class meeting? Keren
doonngg!!... sekedar bocoran ya, tiap kali class meeting dilaksanakan, penulis
selalu setia mengikutinya. Semua kegiatan penulis ikuti. Terutama olahraga.
Beeuuuhhh.... sudah langganan kalo penulis dulu menjadi pemain cadangannya cadangan..
)
11. Janjian Dengan Surat Atau Perantara.
Ehem,
ehem.... siapa ini yang dulu melakukan hal ini? Yang pernah melakukan hal ini
pasti senyum-senyum sendiri. Coba kita kilas balik lagi. 10 tahun yang lalu, HP
belumlah sepopuler sekarang. Jadi untuk membuat janji dengan seseorang yang
berbeda kelas, bisa dengan mengirimkan surat melalui teman yang lain. Uhhh, ribet
ya? Memang ribet untuk ukuran sekarang. Tapi, 10 tahun yang lalu, hal seperti
itu sih biasa. Ini berlaku juga untuk siswa yang ingin nembak target operasinya
tapi tidak punya nyali untuk bertemu secara langsung. Lalu dimana gregetnya?
Ada kok.. gregetnya adalah, masa-masa ketika menunggu balasan surat “Tembakan”
yang kita kirim. Tentu akan sangat bahagia jika dibalas sesuai dengan yang
diinginkan dan akan sedih jika dibalas dengan penolakan. Namun yang lebih
tragis lagi adalah.... ketika sudah mengirim surat “tembakan”.... dan target
operasinya tidak memberikan jawaban sama sekali. Tidak mengatakan “tidak”, dan
tidak pula mengatakan “iya”. Bagaikan menanti sesuatu yang belum jelas
kehadirannya... *penulis pernah punya pengalaman tentang hal ini. Membuat surat
tembakan dua kali, tapi semuanya bukan untuk penulis sendiri. Satu untuk teman sekelas
berinisial “L” (sumpah ini bukan L yang menjadi bintang utama The Death Note),
dan yang kedua untuk teman dengan inisial “A” (aslinya sih bernama Agus).
Hasilnya? Alhamdulillah, dua-duanya ditolak! Bahkan sang pujaan hati si “L” malah
pindah sekolah beberapa waktu setelah mendapatkan surat tembakan itu.. jangan-jangan....
12. Penjelajahan Pramuka yang Selalu
Dirindukan.
Ini
nih yang menjadi salah satu poin penting mengapa sekolah di SMAN 1 Pamotan pada
10 tahun yang lalu sangat dirindukan. Dulu, kegiatan pramuka yang dilaksanakan
di sekolah selalu diselingi dengan penjelajahan alam diluar kompleks sekolah.
Tak tanggung-tanggung, jarak yang ditempuh bisa mencapai puluhan kilometer dan
semuanya dilangsungkan diluar sekolah. Bahkan Kadang area penjelajahan berjarak
beberapa kilometer dari sekolah. Meskipun capek, suasana perkemahan saat itu
memang benar-benar mendidik siswa untuk lebih dekat dengan alam. Bukan hanya
slogan, tapi kami benar-benar diperlihatkan alam yang nyata, didekatkan dengan
alam, dan yang terpenting diajari untuk menghargai alam. Mungkin yang terjauh
yang pernah penulis tempuh adalah ketika harus melakukan penjelajah di Gunung
Mbugel dengan rute ke puncak. Sampai daerah ceriwik, dan memutar menuruni
gunung lewat timur SMPN 1 Pancur untuk kemudian kembali ke areal perkemahan di
SMAN 1 Pamotan. Semuanya dengan berjalan kaki lho... hemm... jadi ingin
menjelajah gunung lagi.. lalu bagaimana dengan sekarang? Yaahhh... penulis gakk
tau... yang pasti pengalaman menjelajah alam itu semakin membuat rindu pada
SMAN 1 Pamotan 10 Tahun yang lalu..
Ini Bukan Pramuka, ini sekedar iklan... |
13. Kakak Pembina Pramuka yang
“Mengartiskan Diri”
Sudah
tak bisa dipungkiri jika masa SMA adalah masa pencarian jatidiri yang
sebenarnya tak pernah hilang sama sekali (lalu kenapa dicariiiiiiiii????). maksud
dari mengartiskan diri disini tak lepas dari salah satu kegiatan perkemahan
yang mengharuskan adik-adik pembina mengirim surat kepada kakak pembina yang
dikaguminya. Surat itu bisa surat kekaguman biasa atau bahkan malah surat cinta
yang menyatakan perasaan... tentu saja perasaan cintanya. Dan kesempatan untuk
kakak pembina menjadi artis dadakan sangat terbuka lebar. Karena mau tak mau
(malah bahkan cenderung memaksa kalau tak mau dikatakan mengancam. Xixixixi)
adik tingkat harus mengirimkan surat kepada kakak pembina pramuka. Bisa
dibayangkan kan bagaimana malunya si adik tingkat ketika karus menulis surat
kepada kakak pembinanya.. tapi disanalah letak keseruannya. Kita dituntut untuk
menjadi seseorang yang berani menyatakan apa yang ingin dinyatakan, mengungkapkan
apa yang ingin diungkapkan. Mungkin cara ini bisa dipakai oleh para Jones
(Jomblo Ngenes) yang sudah abadi dengan kejombloannya.. xixixixi... *gara-gara
acara beginian, penulis malah mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan..
saking ngartisnya, sampai ada adik tingkat yang ngirim surat yang ternyata dia......
cowok!
14. Berebut bus angkutan ketika pulang
sekolah
10
tahun yang lalu, mayoritas siswa di SMAN 1 Pamotan masih menggunakan bus
sebagai sarana untuk berangkat dan pulang sekolah. Tak seperti saat ini yang
kebanyakan menggunakan motor sebagai kendaraan untuk ke sekolah, dulu
menggunakan bus merupakan hal yang paling banyak dilakukan oleh siswa baik itu
yang jauh ataupun dekat jarak rumahnya. Nah, hal yang membuat rindu adalah,
dimana saat bel pulang sekolah berdentang. Ketika semua siswa berhamburan keluar
kelas dan menunggu kedatangan bus di pinggir jalan secara bersama-sama, dan
berharap bus yang datang nantinya masih kosong. (kadang para penunggu bus
kecewa juga. Karena ternyata bus yang datang sudah penuh dengan siswa dari
sekolah lain). Ketika melihat ada bus datang, maka siswa-siswi tersebut
langsung berhamburan menyambut dan berdesakan untuk bisa naik agar dapat pulang
sekolah dengan segera. Bahkan demi bisa mendapatkan tempat duduk atau
mendapatkan bus lebih awal dari para “penunggu bus” yang lain, tak jarang para
siswa nekad untuk mencegat bus di barat sekolah, dengan berjalan jauuuuhhh ke
barat. *contohnya penulis, demi mendapatkan bus dengan segera, tak jarang
penulis dan kawan-kawan rela berjalan jauh ke barat. Dan... yang paling sering
dilakukan penulis beserta kawan-kawan adalah... mencegat bus di pos ronda di
pertigaan desa Gayam.. entah berapa jauhnya itu... hihihi
Wajah-wajah 10 Tahun yang lalu... |
15. Menunggu bus dibawah pohon asam di
pinggir jalan.
Satu
hal yang membuat kangen dengan keadaan SMA Pamotan 10 Tahun yang lalu adalah
suasana bubaran sekolah. Ketika pulang sekolah, akan terlihat siswa-siswi SMAPA
berjajar di pinggir jalan dan bergerombol dibawah pohon asam yang tumbuh subur
di sepanjang jalan raya depan sekolah. Saat ini mungkin masih terlihat sama.
Tapi jika kita bandingkan dengan 10 tahun lalu, ketika halte bus belum ada dan
kebanyakan siswa masih menggunakan bus (bukan motor seperti saat ini) pastilah akan
ada semacam rasa yang hilang dan membuat rindu. entah rasa apa itu yang jelas, bagi
sebagian siswa, menikmati saat-saat menunggu bus dibawah pohon asam depan sekolah
memberikan kesan tersendiri yang mungkin akan membuat sebuah perasaan ingin
mengulang lagi masa-masa itu.
16. Petugas Perpustakaan Yang Pendiam dan
ditakuti.
Bagi
sebagian siswa yang doyan pergi ke perpustakaan sekolah, tentu tak asing lagi
dengan sang penjaga perpustakaan yang bernama mbak Atif. Bagi yang terbiasa ke
perpustakaan juga, pasti akan tahu jika sebenarnya mbak Atif ini adalah seorang
yang enak untuk diajak ngobrol, sharing, bertanya atau bahkan curhat. Namun,
sayangnya karena budaya anak-anak SMAPA 10 tahun lalu tidak familiar dengan
yang namanya baca membaca atau perpustakaan, maka sosok mbak Atif lebih sering
terdefinisikan sebagai sosok yang pendiam, galak, suka marah, dan... misterius!.
Sebenarnya, jika kalian tahu ya vroohh, jika kalian sering berkunjung ke
perpustakaan dan berinteraksi dengan beliau, kesan negatif yang menempel pada
mbak Atif akan hilang dan berganti dengan sosok yang ramah, charming, suka
becanda dan tentunya.. suka nunjukin buku yang kalian inginkan! Tapi apapun
itu, mungkin salah satu yang membuat SMAPA 10 tahun yang lalu tercetak kuat di
ingatan adalah sosok yang menjaga perpustakaan itu.
17. Menghitung Gerimis dibawah Pohon Asam
Depan Sekolah.
Kalo ini
sih bukan pendapat umum. Ini sih pendapat penulis sendiri suka main
gerimis-gerimisan dan menikmati gerimis dibawah pohon asam depan SMAPA. Yah,
dasarnya memang suka dengan gerimis dari kecil. Jadi terbawa sampai besar,
sampai SMA juga. Sangat tidak penting kan untuk ditulis? Ya iyalahhh... tapi
beneran, coba deh, sekali waktu nikmati gerimis yang merinai dengan penuh
penghayatan. Perasaan pembaca akan menjadi lebih tenang dan akan lebih terimajinasi
dengan sesuatu yang mungkin tak pernaah pembaca bayangkan.. lalu kenapa dikasih
judul menghitung gerimis dibawah pohon asam depan sekolah? Biar agak keren aja
vroohh... tavvuran nyookkkk! Daripada banyak tanya! Aaahh, penulisnya ajah yang
gak jelas! *komentar para pembaca.
Nah,
mungkin itulah hal-hal yang membuat kita kangen dengan masa-masa sekolah kita
dulu di SMAN 1 Pamotan.. mungkin ada yang sama, mungkin juga tidak. Lalu, apa
yang membuatmu kangen dengan masa sekolah di SMAPA?