Thursday 29 December 2016

Dieng, Bhumi Mataram Kuno

Desember... bulan ke 12 dan akhir dari semua bulan dalam satu tahun. Iyah, sekarang kita sudah masuk ke bulan Desember lagi gaes. Karena apa? Karena kemarin kita sudah selesai melewati bulan November! *plakkk!
Menurut pendapat orang-orang sih, bulan Desember ditandai oleh 2 hal yang sangat penting. Yaitu yang pertama, menurut orang Jawa, Desember merupakan singkatan dari Deres-derese Sumber (deras-derasnya sumber mata air). Ini berarti -seharusnya- dalam perhitungan orang-orang Jawa, di bulan Desember akan banyak hujan dan membuat sumber mata air menjadi deras. Itu tanda yang pertama. Sedangkan tanda yang kedua adalah.. Desember ditandai dengan maraknya ulang tahun mereka yang bernama “Desi”. Gak tau kan kalian? Nah makanya ini aku kasih tahu. Si Desi itu kebanyakan lahirnya pada bulan Desember. Jadi mereka berulang tahun pada bulan desember juga! Keren kan apa yang aku katakan?
          Selain tanda-tanda absurd, gak jelas dan gak seru seperti yang sudah aku beritahukan diatas, bulan Desember juga ditandai dengan... banyaknya orang yang liburan! So do I! Aku juga liburan! Jangan salah dan jangan menyangka Cuma kalian aja yang bisa liburan. Aku juga bisa tauuuuuu!!
          Betewe, ngemeng-ngemeng masalah liburan, tahun ini rencananya mau liburan kemana nih? Mau kesana? Kemari? Kesitu? Ke.. ah kemana sajalah yang penting jangan lupa mempersiapkannya sedari jauh agar liburan yang direncanakan berjalan dengan sempurna dan sesuai dengan apa yang diangan-angankan.


          Oh iya, pernah liburan ke Dieng? Itu lho, salah satu tempat wisata yang menjadi salah satu unggulan provinsi Jawa Tengah. Tepatnya sih di Kabupaten Wonosobo dan Banjarnegara. Jika belum pernah kesana, tak ada salahnya jika menjadikan Dieng sebagai salah satu destinasi wisata untuk liburan teman-teman kali ini. Sebenarnya tidak terlalu mahal sih untuk kesana. Aksesnya pun sekarang menjadi jauh lebih mudah karena jalan menuju kesana sudah diperbaiki meskipun tidak bisa diperlebar (tentu sajalah, kan memang jalannya naik gunung. Kalo diperlebar nanti malah membahayakan pengguna jalan karena semakin berimpitan dengan jurang di sisi luar gunungnya)
          Apa sih yang bisa kita dapatkan di Dieng? Sebuah pertanyaan yang pasti akan timbul ketika kita memutuskan  untuk pergi ke suatu tempat. Sangat wajar sih. Karena kita tidak mau nantinya tempat yang kita tuju ternyata mengecewakan dan tidak begitu mempesonakan seperti yang kita bayangkan sebelumnya. Iyahh, gak usah khawatir gaes.. sebenarnya kita gak akan rugi kok kalo mrmutuskan untuk pergi ke Dieng. Akan ada banyak hal yang bisa kita temukan disana. Mulai dari peninggalan sejarah, pemandian, telaga, hingga suasana yang penuh dengan petulangan ketika kita menyusuri jejak sejarah dikawasan Bhumi Mataram.


          Ketika memijakkan kaki disana, pikiranku melayang jauh ke belakang. Ke wilayah ini ketika zaman masih feodal dan wilayah ini masih menjadi wilayah Mataram Kuno. Jika kita kembali ke masa itu (abad 7-8 Masehi), tentunya daerah ini masih merupakan daerah liar, penuh dengan hutan dan juga pastinya penuh dengan binatang liar. Sungai yang masih deras, jernih dan pastinya penuh dengan semak belukar yang membuat nyali manusia biasa seperti kita menciut. Jika kita tilik dari lokasi, sangat mungkin pula daerah ini dulunya sangat jauh dari pusat kerajaan dan aksesnya tentu saja sulit. Harus naik gunung dengan rute yang ... menyeramkan dan juga tentunya dengan alat transportasi yang sangat sederhana.
          Apa gak salah ya mereka membangun kompleks percandian disini? Lalu bagaimana cara membangunnya? Bagaimana cara akses kesananya? Coba kita bayangkan hal itu terjadi pada abad ke 7, Ketika dinasti Sanjaya berkuasa dan berpengaruh kuat di Bhumi ini. Bisa gak teman-teman bayangkan keadaan dari daerah ini pada 13 abad yang lalu? Tentu suasana mistis akan terasa kuat dan... kita seakan kerdil dengan mereka yang pada saat itu mendiami tempat ini. Mereka sudah mampu menciptakan kebudayaan yang adiluhung yang tak lekang digerus waktu pada zaman mereka. Mungkin mereka meninggalkan candi-candi itu kepada kita bukan hanya sebagai warisan, tapi mungkin juga sebagai pengingat dan... mungkin malah sebagai semacam kode untuk kita pecahkan agar kita mengetahui rahasia-rahasia yang ingin mereka sampaikan kepada kita.
          Back to Dieng..
Jika kita pergi ke Dieng, mungkin bayangan pertama kita adalah kompleks percandian dengan beberapa jenis candi. Namun pendapat itu tidak sepenuhnya benar. Karena selain menawarkan kompleks percandian peninggalan dinasti Mataram kuno, di Dieng kita juga dapat menikmati keindahan kawah Si Kidang dan juga telaga 3 warna yang eksotik. Seperti juga ketika aku kesana. Selain mengunjungi komplek percandian yang sangat keren (candi Pandawa yang terdiri dari candi Bima, Arjuna dan beberapa candi lain) serta candi semar yang dalam pewayangan merupakan pamomong dari para pandawa, aku juga mengunjungi kawah si Kidang. Kenapa dinamakan kawah si Kidang? Menurut bapak-bapak yang aku tanyai sih karena kawah ini suka berpindah-pindah tempat. Kadang disini, kadang disitu, malah kadang juga disana. (perlu dicontoh nih dalam kehidupan bertetangga. Biar lebih afdhol harus sering silaturahim dan pindah-pindah silaturahimnya. Biar gak kalah sama kawah si Kidang). tapi maaf, karena bau sulfur yang tak bisa dikompromikan, aku gak bisa mengambil foto Kawah Si Kidang dari Dekat..
Areal Kawah si Kidang...
          Selain 2 obyek wisata diatas, hemmm... aku juga mampir mejeng di telaga 3 warna. Awalnya sih pesimis aja dengan namanya. Karena gak yakin juga sih, masak ada telaga yang mempunyai warna beda-beda? Sampai tiga pula. Kalo danau Kelimutu di Nusa Tenggara Timur kan bisa dinalar, karena letaknya terpisah-pisah. Lha ini dalam satu telaga ada 3 warna sekaligus.. tapi pikiran pesimisku akhirnya sirna sudah ketika sampai di tujuan. Hemm... ternyata memang benar. Dalam telaga itu terdapat 3 warna yang berbeda. Semakin membuat yakin dan bangga dengan keindahan yang Indonesia miliki. Sayangnya, ketika aku disana keadaan telaganya agak menyusut. Jadi kurang maksimal dalam menikmati keindahannya. Selain itu, sangat disayangkan pula keadaan sekitar telaga yang cenderung tidak terawat dan benyak sampah berserakan. (hoeee.. pihak yang berwenang, noohh banyak sampah disana! Bersihin dong biar semakin cantik telaga 3 warnanya...). hihihi...
Telaga 3 Warna...
          Puas di Dieng, Komplek Percandian, museum, Kawah si Kidang, Telaga 3 warna waktunya berburu oleh-oleh. Ada beberapa oleh-oleh yang bisa kita dapatkan disini. Selain oleh-oleh santap ditempat seperti kentang goreng, jamur goreng dan ubi goreng dadakan (bukan Cuma tahu bulat yang digoreng dadakan lhoo... masyarakat Dieng sudah lama punya kentang, jamur dan ubi goreng dadakan), kita juga bisa membawa oleh-oleh untuk yang ada di rumah. Rekomendasinya sih hanya 2. Yang pertama adalah Carica. (biasanya dibuat manisan dan dikemas dalam toples, dan sekarang sudah berkembang lagi menjadi kemasan yang lebih kecil dari plastik). Dan oleh-oleh yang kedua adalah.... ekhemmm... purwaceng!. Purwaceng adalah tumbuhan endemik daerah Dieng dan memiliki banyak khasiat (untuk jelasnya search aja deh. Nanti malah dikirain iklan). Biasanya purwaceng ini diolah menjadi serbuk dan dijadikan minuman atau campuran minuman. Jika berkunjung ke Dieng, akan banyak kita temukan olahan produk dengan bahan dasar purwaceng. Mulai dari purwaceng asli yang berbentuk bubuk dan tinggal seduh dengan air panas, hingga olahan untuk teh ataupun kopi. Jadi tinggal disesuaikan dengan selera masing-masing saja ya.
          Oke, mungkin cukup dulu dengan cerita tentang Dieng ini. Lain kali akan aku ceritakan pengalaman liburan yang lainnya... aku M. Fuad S. T, mengucapkan selamat menjemput tahun baru 2017. Semoga semua resolusi untuk tahun depan tercapai dan semoga pula kehidupan kita aken menjadi lebih baik lagi...
Om Toilet om...



No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...