Dalam mengarungi
kehidupan, semua hal yang telah kita lewati membuat keberadaan kita sebagai
makhluk sempurna menjadi begitu kompleks. Sanagt sering kita melewati saat-saat
bahagia, penuh dengan tawa dan canda, namun tak jarang pula kita harus melalui
fase saat-saat terapuh kita yang penuh dengan permasalahan dan kemuraman. Tuhan
memilih kita untuk menjalani semua permasalahan yang Dia turunkan kepada kita,
karena Tuhan tahu, kita akan bisa melewatinya dengan baik. Ingat, usaha keras,
dan doa tak akan mengkhianati perjuangan yang selama ini kita lakukan. Sekali
lagi, usaha keras, tak akan pernah mengkhianati. Seperti yang aku alami.
Tercatat, dalam buku sejarah seorang M. Fuad Shulkhan Tsania yang agak imut
ini, saat terberat yang dilalui adalah ketika tahun 2010 dulu..
Aku pengen jadi mendadak gila. Itu yang aku rasakan ketika pikiran
sudah tak mampu lagi menangkap pesan-pesan rasional yang disampaikan oleh alam.
Keputusanku untuk menjadi gila bukanlah suatu keputusan yang sesaat. Tapi
dikarenakan banyaknya masalah yang ketika itu aku hadapi. Semuanya berawal
ketika pada akhir februari 2010, ibuku, yang melahirkanku mendadak sakit.
Selama beberapa hari, beliau hanya bisa beristirahat dirumah, dan tidak mampu
berakatifitas sepeeti biasanya. Kalo ini sih sepertinya wajar. Karena kan
manusia memang sering sakit. Apalagi aku, udah biasa sakit berkali-kali dengan kadang-kadang
diselingi sakit ingatan yang berulang-ulang. Bertepatan dengan itu, akhir
februari adalah momok bagi mahasiswa semester akhir. Selain harus menyiapkan
pembayaran untuk semester akhir (gak penting banget ya kalo aku harus nyebutin
disemester terakhir ini aku gak bayar uang kuliah karena pada waktu itu
mendapatkan beasiswa karena keimutanku), para mahasiswa tingkat akhir juga
harus memersiapkan diri untuk mengajukan judul skripsi ataupun judul penelitian
skripsi.
Malangnya bagi aku, saat itu, dengan pikiran terpecah
antara ibu yang sakit dan mempersiapkan tugas akhir, aku mendapatkan
permasalahan baru. Yakni teman-temanku di Kopma sedang mengalami masalah
intern. Mereka seakan terpecah dengan keadaan yang tidak diharapkan. Serasa
hidup diantara dua lidah kadal raksasa. Satu mencurigai satunya, sehingga rasa
saling curiga di kopma saat itu benar-benar membuatku tak bisa bebas dalam
bergaul. Meski begitu, karena aku adalah mahasiswa yang berwawasan nusantara
indonesia merdeka-merdeka, aku sebisa mungkin menjadi pihak yang netral, yang
berusaha tidak terseret dalam permasalahan itu.
Aku dan Pak Prof... (yang bikin ganteng adalah Pin Merah Putih didada.. xixixix) |
Patria, Mael, Chachik, Aku, Siska |
Aku ditengah rundungan duka yang mendayu-dayu, tetap
berusaha untuk menjadi diriku sendiri. Dan pada akhirnya, aku mampu untuk
membuat judul untuk skripsiku. Perlu diketahui, pada saat itu aku mendapatkan
Pembimbing skripsi yang bernama pak profesor. Beliau lebih senang disebut
demikian, makanya dalam tulisan ini pun aku menyebutnya dengan sebutan Pak
Prof, sesuai dengan gelar akademik yang beliau sandang. Dengan mantap aku
menemui Pak prof di laboratorium bahasa. (pak prof memang lebih suka
menghabiskan waktunya di laboratorium).
“bagus mas penelitian ini.. meski subjeknya anak-anak
kecil, tapi patut untuk dicoba..”. kalimat dari pak prof membuatku semakin
semangat dengan judul penelitian ini.
Selanjutnya aku bergegas
untuk menemui Ibu Kepala program Studi dikantornya.
Tau gak, jawaban apa yang
aku terima??
“apa ini?? Saya tidak akan
tanda tangan kalo penelitianmu di Sekolah Dasar!!”
Deg.... berarti semua konsep penelitianku harus aku rubah??
“ganti Penelitianmu di
SMA. Minimal SMP!”
Alamaaakkkk.... judul
skripsi dan proposal yang aku ajukan ditolak oleh Kaprodi.
Ah, tak apalah. Anggap
saja ini sebagai rintangan awal menuju kesuksesan. Aku membatin dan
menyemangati diriku sendiri.
Minggu berikutnya, aku
kembali lagi menemui pak prof.
“Lho?? Kok kembali lagi
mas??”
“iya pak. Judul yang
kemarin ditolak sama kaprodi..”
“sudah dapat judul baru??”
“sudah pak..”
“mana..” pak prof
mengulurkan tangannya dan meraih stopmap yang aku ulurkan. Untuk sesaat beliau
mencermati judul skripsi yang aku ajukan.
“gak apa-apa mas. Pake
saja judul ini. Nanti kan bisa ada pengembangan waktu bimbingan”
Yesss!!! Kata-kata dari pak prof kembali membuatku
semangat!! Aku beruntun mendapatkan dosen pembimbing sebaik beliau. Aku dengan
tergesa-gesa menuju ruang kaprodi untuk meminta tanda-tangan beliau. (proses
bimbingan skripsi tidak bisa dilakukan sebelum mendapatkan tanda tangan dari
dosen pembimbing, kepala Program studi, dan kepala Riset/penelitian kampus).
“iya, ada apa ad??”
“pengajuan judul bu..”
“Mana..”
Aku serahkan judul
penelitianku. Kulihat wajah dari ibu kaprodi tiba-tiba berubah menjadi sedikit
mengkerut..
“kalo judul seperti ini sih sudah banyak yang meneliti.
Ganti dengan yang lain!!”
Tegas, kalimat yang
disampaikan oleh ibu kaprodi. Aku tak bisa menolak kalimat itu. Aku tak bisa
melawan. Ingin rasanya aku mencak-mencak didalam ruang kaprodi. Tapi untungnya
gak jadi. Kalo aku mencak-mencak, maka kesempatanku untuk lulus tepat waktu
akan gagal! Malah kalo mungkin, aku gak akan diluluskan gara-gara membuat ibu
kaprodi ketakutan dan ampun-ampun.
Aku keluar dari ruang kaprodi dengan lesu.. ah, baru dua
kali judul ditolak. Masih ada kesempatan ketiga.. *batinku.
Empat Setan Utara... |
Kak Tukim, Mael, Chachik, Patria, Aku.. |
Dengan semangat yang tersisa, selama seminggu aku mencoba
mencari referensi dari senior-senior, dan dari buku-buku panduan skripsi. Tak
lupa, karena pada waktu itu aku juga punya teman yang membuka usaha warnet,
maka aku pun memanfaatkan untuk minta akses internet gratisan padanya. Hampir
tiap malam selama seminggu itu aku nebeng dan tidur diwarnet. Tak apalah.
Namanya juga pengorbanan demi skripsi.
Minggu selanjutnya, minggu pertama dalam bulan maret tahun
2010, aku kembali menemui pak prof. Aneh memang. Dimata pak prof, aku termasuk
mahasiswa aktif dan gak buruk dalam akademik, tapi kenapa sampai balik tiga
kali ke laboratorium untuk menyerahkan judul penelitian?? Sedangkan mahasiswa
yang lain saja sudah mulai membuat rancangan pengaplikasian judul skripsi yang
mereka bikin. Sedangkan aku?? Masih berkutat dengan judul yang ketiga.
“sudah mas, mana, langsung tak tanda tangani saja sini..”
Kebeneran
pak prof. Batinku... kapan lagi bisa dapet dosen pembimbing seenak ini??
Pak prof mungkin kasihan
denganku yang harus bolak balik demi mendapatkan tanda tangan agar bisa mengadakan
penelitian.
Kembali lagi aku memasuki ruang kaprodi dengan maksud yang
sama. Yakni meminta tanda tangan kaprodi untuk penelitianku nanti.
“ini judulmu??” *nada suaranya sih biasa aja. Tapi karena
hatiku sudah terlanjur dongkol, aku mendengarnya seperti suara malaikat
kematian yang sedang bertanya tentang identitasku yang aku jawab tidak sesuai
dengan KTP yang berlaku.
“iya bu...”. aku deg-degan dan berharap-harap cemas.
Menantikan jawaban selanjutnya yang akan menentukan jadi tidaknya aku
mengadakan penelitian.
Srettt... kertas judul skripsiku dikembalikan dengan keras.
“saya tidak mau tanda tangan untuk penelitian yang tidak
bermutu seperti ini. Cari judul yang lain!”
Aku ngowoh.. mulutku terbuka lebar. Berarti, secara resmi
sudah tiga kali aku ditolak dalam mengajukan judul skripsi.hemmm... berarti,
aku termasuk mahasiswa yang masuk dalam buku sejarah dengan rekor 3 kali
ditolak!! Aaasssseeeekkkkk... horeeeee!!!! Hhhooorrrreeeeeeee!!!
Semangatku luntur dengan penolakan kali ketiga dari ibu
kaprodi. Sekali ditolak sudah biasa, dua kali ditolak juga masih bisa dinalar,
tapi ditolak untk ketiga kalinya aku rasa tidak wajar!! Pasti ada persekutuan
yang menginginkan aku gak boleh lulus tahun ini biar dikampus tetep ada
mahasiswa manis seperti aku!! Tidak bisa diterima!! Namun apa mau dikata??
Dengan penuh kepedihan, aku keluar dari ruang kaprodi yang aku rasakan seperti
ruangan eksekusi tahanan spesialis penjahat yang tingkat kejahatannya sudah
sangat akut. Aku berjalan tanpa tenaga. Penolakan untuk ketiga kalinya sangat
membuatku terpukul. Mendadak aku ingin menjadi orang gila saja. Yang gak usah
ngurusi skripsi, tapi tetep bisa hidup tanpa beban. Tanpa ada hal yang perlu
dirisaukan kecuali kegilaannya itu. Bisa kemana aja tanpa hambatan. Bebas walo
gak pake baju, ato bahkan malah gak pake celana. Ah, tapi ntar dulu lah. Masak
baru ditolak 3 kali sudah mau jadi gila aja?? Eman-eman ah... coba satu kali
lagi...
Emakin Gila.... |
Wajah Mesum.... |
Bagi-Bagi Pat..... |
Seminggu penuh aku berjuang mencari judul penelitian yang
terbaik yang mungkin bisa meluluhkan hati dari ibu kaprodi. Selama seminggu itu
pula aku jarang makan kecuali ada yang ngajak. Itu pun masih pilih-pilih. Kalo
Cuma ngajak dan gak mau bayarin, aku tolak. Aku baru mau makan jika ada yang
ngajak, dan sekaligus bayarin semua yang aku makan. Minggu kedua bulan maret
2010, lagi-lagi aku harus menemui pak prof di laboratorium bahasa.. belum
sempat aku mengutarakan maksudku, pak prof sudah bersuara..
“gimana mas?? Yang lain sudah pada bimbingan kok dirimu
belum??”
“judul saya ditolak lagi pak yang kemarin...”. aku
melirihkan suaraku, berharap pak prof jatuh iba. Kali aja dengan begitu, beliau
menjadi khilaf dan membuatkanku judul penelitian yang bagus. Tapi semua itu
Cuma khayalanku saja..
“mana judulmu yang sekarang??”
Aku mengulurkan stomap
yang mulai lusuh karena harus aku bawa bolak-balik selama beberapa minggu ini.
Tanpa membaca dengan cermat judul yang aku ajukan, beliau
menandatangani kertas yang aku ajukan itu.
“segera bawa ke kaprodi. Minta segera ditandatangani.
Teman-temanmu sudah dua minggu bimbingan lho. Dirimu sudah ketinggalan sama
mereka...”
“siap pak!!” aku menjawab dengan semangat!!
Kali ke empat dalam empat
minggu terakhir ini, aku melangkahkan kaki memasuki ruang kaprodi. Tampak beliau
sedang duduk diruangannya.
“ada apa ad??”
“mau setor judul bu..”
“mana..”
Aku ulurkan. Dibacanya
judul skripsi yang aku ajukan itu. Beliau membenahi kacamatanya, dan berdiri ke
arahku.
“skrispimu tidak bisa saya tanda tangani!!”
Aku yang sudah 3x ditolak, ingin rasanya menumpahkan semua
emosiku diruangan itu. Ingin aku banting semua yang terlihat. Ingin aku ajak
gelutan ibu kaprodiku yang telah membuatku resmi ditolak sebanyak empat kali.
Untungnya, aku masih bisa memahami keadaan. Mski dengan emosi yang tertahan,
aku betanya perihal alasan yang membuat pengajuanku ditolak untuk keempat
kalinya.
“lalu??” nada suaraku tertahan.
“ya, ganti judul lagi.”
“oke. Saya turuti apa yang ibu kehendaki. ”
“bagus itu.”
“lalu kenapa ditolak lagi??”
Sebuah alasan yang sangat
aneh aku terima dan akan selalu aku simpan di memoriku..
“Fuad, mahasiswa sepertimu sayang kalo mengadakan
penelitian di SD. Itu mengapa pengajuanmu yang pertama ibu tolak. Kemudian,
cari metode baru. Biar kemampuanmu berkembang. 4 judul yang kamu ajukan juga
sudah banyak yang meneliti.”
“iya..”
“cari judul yang lain! Sekarang ibu mau pulang dulu.”
Aku melangkah keluar lagi
dengan semangat yang memudar. Benar-benar pudar. Sekali, ditolak, oke. Dua
kali, oke, tiga kali oke, empat kali ditolak?? Bakar kampusssss!!!
Kembali pikiranku mampet dengan penolakan ini. Aku terpikir
kembali dengan pemikiran minggu kemarin tentang enaknya menjadi orang gila.
Selama beberapa hari aku menjauh dari kehidupan dunia ini.. aku benar-benar
frustrasi dengan keadaan yang benar-benar tak memihak. Aku berharap
penderitaanku cukup sampai disini saja. Cukup dengan penolakan judul
penelitianku untuk keempat kalinya. Namun, ternyata Tuhan masih ingin
memberikanku ujian kedewasaan.
Formasi Sepatu M. Fuad, Chachik, Mael, Patria... |
Dua hari kemudian, hari rabu 10 Maret 2010, aku mendapati
diriku semakin terpuruk. Aku diputusin sama cewekku!!! Damn!! The worst damn
thing!! Seseorang yang aku butuhkan perhatiannya dan sebagai penyemangatku disaat
terapuh seperti ini, dengan mantap memutuskanku!! Aku coba untuk
membicarakannya baik-baik, tapi tak pernah berhasil. Dia bersikukuh untuk tetap
berpisah denganku. Aku tak tahu alasan pastinya apa. Tapi, yang aku ingat
adalah dia mengatakan dia gak betah dengan hubungan yang selama ini kami
jalani. Selama 3,5 tahun lebih, mengapa dia baru mengatakannya sekarang??
Damn!! Aku harus menerima kenyataan yang benar-benar membuatku jatuh! Aku
berharap dia bertahan untuk membantuku melewati masa-masa sulit, dan menjadi
saksi keberhasilanku nanti. Namun dia tak berubah. Perpisahan adalah jalan
terbaik. Begitu kata-kata yang dia ucapkan. Mungkin terbaik untuk dia, tapi
tidak terbaik untukku yang sedang dicekam keadaan. Tapi okelah, gak mungkin aku
memaksakan dia tetap bersamaku. Buat apa masih bersama jika salah satu pihak
sudah mengucapkan kata berpisah?? Gak mungkin kan aku memaksa dia untuk selalu
bersamaku sedangkan hatinya bukan untukku?? Jadi aku relakan dia pergi meski
aku harus berjuang untuk tetap tegak berdiri sendirian. Tak apalah.. gak
mungkin kan kalo aku harus menelfon dia, kemudian menyanyikan lagu-lagu dangdut
yang mellow-mellow itu?? Coba bayangin, aku nelfon mantanku, kemudian waktu dia
bilang “hallo, assalamu’alaikum..”, aku langsung menyahut dengan kata-kata..
“kering
sudah rasanya airmataku... terlalu banyak sudah yang tertumpah.. menangis
meratapi buruk nasibku..” *Rhoma Irama
Atau
“kejaaaaammmm...
keeeeeeejjjjjaaaaaammmmm.......” *Iis Dahlia
Atau
“aku
juga, masih punya perasaaaaaannn.... sama juga seperti dirimu.. ingin cinta,
ingin kasih, ingin sayaaaaaaaannnggg.... sama juga seperti dirimu...” *Meggy Z
Atau yang
ini
“sungguh
teganya dirimu teganya, teganya, teganya, teganya,
teganyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..... pada dirikuuuwwww” *Meggy Z.
Bisa-bisa aku langsung
ditelponin rumah sakit jiwa. Tapi yasudahlah, mungkin kita harus berpisah
disaat yang gak tepat. Beberapa waktu setelah berpisah, aku masih tetap
menggunakan nomor yang dulu sering dia hubungi. Sampai suatu saat, aku menerima
SMS dari dia. Aku masih ingat kata-kata dalam SMS itu. “bolehkah aku membuka
hati untuk cowok lain??” aku tak membalas SMS itu. Dan menggunakan nomor lain
untuk aktifitasku sehari-hari. Aku sengaja tak menghubungi dia, agar aku bisa
fokus dengan skrispsiku yang berulang kali dtolak. Disisi lain, aku gak mau
lagi mengganggu dia yang tampaknya sudah mulai membuka hati untuk pria lain...
Semenjak kejadian itu, aku memutuskan untuk menjadi gila.
Genk Andrea yang semula berjumlah 8 orang, tak lagi genap. Hanya tersisa aku,
mael, Patria, dan Chachik yang juga sedang sibuk menjalani masa-masa pengerjaan
skripsi. Aku memutuskan untuk menjadi gila. Mendadak gila tepatnya. Aku yang
semula berdandan rapi, untuk beberapa saat tak mau rapi-rapi lagi. Mendadak
gilaku berlangsung kurang lebi satu bulan. Setiap hari, selepas kuliah, aku
hanya duduk-duduk dikopma yang sepi karena penduduknya sedang perang dingin.
Kadang duduk di pojokan dekat ruang Unit Kegiatan Mahasiswa bidang musik.
Rambut acak-acakan, wajah lusuh (biasanya sudah lusuh, tapi waktu itu lebih
lusuh lagi karena gak mandi), kancing baju dicopotin, kaus kaki gak dicuci (ini
mah sudah kebiasaan sejak masih disekolah), dan Cuma memakai satu sepatu. Coba
pembaca bayangkan, gimana jadine wajahku yang sudah amburadul, berdandan kayak
gitu?? Pasti gak ada bedanya dengan orang gila beneran kan?? Aku memang selalu
menjiwai kok ya kalo jadi apa-apa.
Bintang Jari Tangan Persahabatan... |
Sampai suatu saat, awal april 2010, tiba-tiba Mael, chacik
dan Patria mendatangiku yang seperti biasa sedang duduk-duduk menjadi mendadak
gila. Mereka kaget dengan keadaanku yang memang lebih mirip orang gila daripada
orang waras. Aku sengaja gak menceritakan semua kejadian yang aku alami pada
Riswanto. Sahabatku sejak SMA. Aku takut dia menjadi terbebani (karena punya
temen yang bercita-cita pengen menjadi mendadak gila), dan kadang, kalo
cerita-cerita sama dia malah diledekin (pembalasan. Karena biasanya kalo dia
yang dapat masalah, selalu tak ledekin. Kuwalat jadine Aku..). Jadi aku pendam
sendiri saja semua permasalahanku..
Melihat keadaanku yang mengenaskan, mereka mengerubutiku.
Dan ikut prihatin dengan apa yang aku alami. Aku ceritakan semua yang terjadi
padaku, dari awal sampai akhir. Mereka juga mengajakku untuk makan di warung
depan kampus. Disana, chacik mengatakan, aku boleh memesan apa saja alias
gratis. Mendengar kata “gratis”, semangat makanku timbul. Aku memesan nasi,
lengkap dengan telur sambel, ayam, tempe, tahu, dan tak lupa kerupuk didampingi
minuman jumbo. Mumpung gratis.xixixixi
Selepas memesan makanan, kami berempat duduk di meja yang
telah disediakan.
“sudahlah Kong.. gak usah jadi gila gitu. Udah gila gak
usah pura-pura gila”. Chacik menasehatiku.
“iya kong. Wajahmu mesum gitu kok. Masak ada, orang gila
yang wajahnya mesum??” mael ikutan memberikan masukan.
“hu um. Bener iku..” Patria urun bicara juga.
Aku diam saja. Dan
menikmati makanan gratisku dengan seksama. Aku tak pedulikan kata-kata mereka.
Yang penting aku makaaaaannnnn!!!
“udah kong.. masalah cewek sih gampang! Masih ada banyak
stok kok..” Mael yang juga pernah menjadi korban pemutusan cewek memberiku
harapan...
“iya. Masih ada banyak kong! Gak apa-apa ya..” suara
Chachik.
“bener itu...” Suara Patria lagi.kampret ni orang. Enak
banget tinggal bilang hu um-gu um tok...
Aku masih meneruskan makanku menikmati sisa-sisa daging
pada tulang ayam yang aku pesan tadi.. kulihat, dibangku sebelah ada cewek
berkerudung. Aku tersenyum penuh arti...
“sssstttt.... mbak, mbak...” aku memanggil cewek dimeja
sebelah.
Tak ada jawaban. Mael,
Patria, dan Chachik ngowoh dengan apa yang aku lakukan.
“mbakk.. mbak..” panggilku lebih keras.
Cewek dimeja sebelah
menoleh. Dia gak yakin dengan pendengarannya. Mungkin dia aneh, dipanggil orang
yang gak dikenal. Oeh makhluk sepertiku pula.
“aku??” katanya sambil menunjuk pada hidungnya.
“iya..” jawabku.
“ada apa mas??”
“Mau Tulang gak?? Nih, aku punya banyak!! wakakakakkak”
kataku sambil menjulurkan tulang sisa gigitanku padanya.
“Kiiinnnggggkkkkoooooooonnnggggg!!!!!” teriak mael, patria,
dan Chachik.
Ceplak! Ceplak!! Ceplak!!
Tiga pukulan menghujam tubuhku. Masing-masing dari Mael, Patria, dan juga
tentunya Chacik.
“maaf mbak, maaf mbak, maaf mbak, ini memang rada-rada
stresss!!” Chacik tergugup-gugup meminta maaf pada mbak-mbak yang tak kerjain
tadi.
Selesai makan, kami kembali lagi ke Kopma. Disana, mereka
tetap mengerubungiku.
“sudahlah Kong.. kami akan selalu membantumu kok. Tenang
aja.”. Chacik kembali meyakinkanku.
“masalah skripsi, nanti aku carikan referensi. Yang penting
sekarang, fokus dan semangatlah dulu..”
“yap!!” aku yang melihat kesungguhan genk aneh itu,
akhirnya timbul lagi semangatku. Gak ada salahnya aku mencoba lagi setelah
sebulan vakum dan berputus asa.
Selama beberapa waktu, aku mencari referensi dan tentunya
dengan dibantu teman-temanku yang ternyata masih peduli denganku. 11 April 2010 (sebulan lebih sejak terakhir
kali proposal judul penelitianku ditolak), kembali aku menemui pak Prof di
laboratorium bahasa. Tampaknya beliau agak marah dengan keterlambatanku mengurus
pengajuan judul skripsi. Beliau juga sepertinya sudah malas untuk memberikan
tanda tangan ke paper yang aku bawa.
“gini aja mas. Kemarin kan sudah ditolak 4 kali, maka lebih
baik, minta tanda tangan dulu sama kaprodi. Nanti kalo beliau sudah setuju, baru
bawa kesini.”
Aku menurut saja ketika itu. Aku tak sadar jika apa yang
aku lakukan berbeda dengan mekanisme yang ditentukan. Harusnya step yang
dilalui adalah tanda tangan dosen pembimbing, kemudian meningkat ke kaprodi, ke
ketua lembaga riset yang terakhir. Namun, pada waktu itu, aku ke kaprodi
dahulu.
“ada apa lagi??”
“pengajuan judul” jawabku tegas.
“mana”. Jawaban yang tak kalah tegas terucap dari ibu
kaprodi.
Sengaja, waktu itu aku
membawa empat judul untuk proposal skripsi. Dengan demikian, maka ada pilihan
lain jika salah satunya ditolak.
“silahkan dipilih Bu..”
“kok belum ada tanda tangan dari dosen pembimbing??”
Aku menghela nafas
sejenak. Setelah lebih tenang..
“katanya pak prof, beliau minta ibu dulu yang tanda tangan.
Biar lebih sreg..”
Ibu kaprodi mengamati 4 judul skripsi yang aku serahkan. Sampai
kemudian, beliau memutuskan...
“yang ini bagus. Lanjutkan penelitian yang ini.”
Aku lihat, beliau
menandatangani paper yang aku ajukan tadi. Dan diserahkannya padaku. Yesss!! Akhirnya
aku mendapatkan tanda tangan dari kaprodi! Aku ucapkan terima kasih dan keluar
ruangan dengan kepala tegak. Segera aku temui pak prof yang masih setia di
laboratoriumnya.
“sudah mas??”
“sudah pak” jawabku sambil menyerahkan paper yang telah
ditandatangani ibu kaprodi.
“wah, tepat sekali. Tentang debat ya??”
“iya pak”. Memang, dari 4 judul yang aku sodorkan, ibu
kaprodi interest untuk yang bertema debat.
“kebetulan, dirumah aku punya buku tentang debat dari
pakar-pakar debat. Kapan-kapan kalau mau minjam, bisa datang kerumah.”
“siap pak!!” kataku dengan semangat.
Semenjak mendapatkan tanda
tangan dari kaprodi, semangatku untuk segera menyelesaikan skripsi menjadi
berlipat ganda. Aku berusaha keras untuk mengejar ketertinggalanku dari
teman-teman yang sudah terlebih dahulu melakukan bimbingan.
Oktober 2010, Akhirnya aku wisuda... hahaha.. gaya yang bagus ya waktu poto.. |
11 April 2010 adalah tonggak kebangkitanku. Usaha keras,
tak akan mengkhianati. Itu yang aku buktikan. Setelah siang malam mencurahkan
segala pikiran dan tenaga, akhirnya, pada akhir juni, skripsiku selesai (pada
pertengahan April, Penelitian Skripsiku bisa aku laksanakan di SMAN 1 Pamotan. SMA
ku dulu.. ). Lebih cepat dari pada teman-teman yang sebimbingan denganku yang
menyelesaikannya pada pertengahan juli. Aku mengerjakan skripsi itu tak lebih
dari 4 bulan, jika dibandingkan dengan teman-teman sebimbingan yang mencapai 5
bulan. Aku bisa berdiri tegak, melampaui semua saat terberatku meski tanpa dia
yang aku harapkan menjadi penyemangatku. Aku bisa melaluinya dengan baik walau aku
harus sendiri tanpa dirinya. Aku bisa karena aku percaya dengan teman-temanku,
sahabat-sahabatku yang tak ingin melihat aku terjatuh. aku bisa setelah empat kali ditolak oleh kaprodi, aku bisa setelah sebulan menjadi mendadak gila. Aku percaya bahwa masih
ada banyak orang yang akan menyeyangkan jika aku gagal. Mari kita buktikan,
berdoa, dan usaha keras tak akan mengkhianati perjuangan kita!!
Begitu selesai mengerjakan skripsi, menjelang ujian dan
sidang untuk skripsiku, dalam pikiranku terukir sebuah kalimat dahsyat, “aku pengen
jadi mendadak waras!!”
No comments:
Post a Comment