Monday 19 August 2013

Aku Pengen Jadi Mendadak Gila!!!



Dalam mengarungi kehidupan, semua hal yang telah kita lewati membuat keberadaan kita sebagai makhluk sempurna menjadi begitu kompleks. Sanagt sering kita melewati saat-saat bahagia, penuh dengan tawa dan canda, namun tak jarang pula kita harus melalui fase saat-saat terapuh kita yang penuh dengan permasalahan dan kemuraman. Tuhan memilih kita untuk menjalani semua permasalahan yang Dia turunkan kepada kita, karena Tuhan tahu, kita akan bisa melewatinya dengan baik. Ingat, usaha keras, dan doa tak akan mengkhianati perjuangan yang selama ini kita lakukan. Sekali lagi, usaha keras, tak akan pernah mengkhianati. Seperti yang aku alami. Tercatat, dalam buku sejarah seorang M. Fuad Shulkhan Tsania yang agak imut ini, saat terberat yang dilalui adalah ketika tahun 2010 dulu..
          Aku pengen jadi mendadak gila. Itu yang aku rasakan ketika pikiran sudah tak mampu lagi menangkap pesan-pesan rasional yang disampaikan oleh alam. Keputusanku untuk menjadi gila bukanlah suatu keputusan yang sesaat. Tapi dikarenakan banyaknya masalah yang ketika itu aku hadapi. Semuanya berawal ketika pada akhir februari 2010, ibuku, yang melahirkanku mendadak sakit. Selama beberapa hari, beliau hanya bisa beristirahat dirumah, dan tidak mampu berakatifitas sepeeti biasanya. Kalo ini sih sepertinya wajar. Karena kan manusia memang sering sakit. Apalagi aku, udah biasa sakit berkali-kali dengan kadang-kadang diselingi sakit ingatan yang berulang-ulang. Bertepatan dengan itu, akhir februari adalah momok bagi mahasiswa semester akhir. Selain harus menyiapkan pembayaran untuk semester akhir (gak penting banget ya kalo aku harus nyebutin disemester terakhir ini aku gak bayar uang kuliah karena pada waktu itu mendapatkan beasiswa karena keimutanku), para mahasiswa tingkat akhir juga harus memersiapkan diri untuk mengajukan judul skripsi ataupun judul penelitian skripsi.
          Malangnya bagi aku, saat itu, dengan pikiran terpecah antara ibu yang sakit dan mempersiapkan tugas akhir, aku mendapatkan permasalahan baru. Yakni teman-temanku di Kopma sedang mengalami masalah intern. Mereka seakan terpecah dengan keadaan yang tidak diharapkan. Serasa hidup diantara dua lidah kadal raksasa. Satu mencurigai satunya, sehingga rasa saling curiga di kopma saat itu benar-benar membuatku tak bisa bebas dalam bergaul. Meski begitu, karena aku adalah mahasiswa yang berwawasan nusantara indonesia merdeka-merdeka, aku sebisa mungkin menjadi pihak yang netral, yang berusaha tidak terseret dalam permasalahan itu.
Aku dan Pak Prof... (yang bikin ganteng adalah Pin Merah Putih didada.. xixixix)


Patria, Mael, Chachik, Aku, Siska
           Aku ditengah rundungan duka yang mendayu-dayu, tetap berusaha untuk menjadi diriku sendiri. Dan pada akhirnya, aku mampu untuk membuat judul untuk skripsiku. Perlu diketahui, pada saat itu aku mendapatkan Pembimbing skripsi yang bernama pak profesor. Beliau lebih senang disebut demikian, makanya dalam tulisan ini pun aku menyebutnya dengan sebutan Pak Prof, sesuai dengan gelar akademik yang beliau sandang. Dengan mantap aku menemui Pak prof di laboratorium bahasa. (pak prof memang lebih suka menghabiskan waktunya di laboratorium).
          “bagus mas penelitian ini.. meski subjeknya anak-anak kecil, tapi patut untuk dicoba..”. kalimat dari pak prof membuatku semakin semangat dengan judul penelitian ini.
Selanjutnya aku bergegas untuk menemui Ibu Kepala program Studi dikantornya.
Tau gak, jawaban apa yang aku terima??
“apa ini?? Saya tidak akan tanda tangan kalo penelitianmu di Sekolah Dasar!!”
          Deg.... berarti semua konsep penelitianku harus aku rubah??
“ganti Penelitianmu di SMA. Minimal SMP!”
Alamaaakkkk.... judul skripsi dan proposal yang aku ajukan ditolak oleh Kaprodi.
Ah, tak apalah. Anggap saja ini sebagai rintangan awal menuju kesuksesan. Aku membatin dan menyemangati diriku sendiri.
Minggu berikutnya, aku kembali lagi menemui pak prof.
“Lho?? Kok kembali lagi mas??”
“iya pak. Judul yang kemarin ditolak sama kaprodi..”
“sudah dapat judul baru??”
“sudah pak..”
“mana..” pak prof mengulurkan tangannya dan meraih stopmap yang aku ulurkan. Untuk sesaat beliau mencermati judul skripsi yang aku ajukan.
“gak apa-apa mas. Pake saja judul ini. Nanti kan bisa ada pengembangan waktu bimbingan”
          Yesss!!! Kata-kata dari pak prof kembali membuatku semangat!! Aku beruntun mendapatkan dosen pembimbing sebaik beliau. Aku dengan tergesa-gesa menuju ruang kaprodi untuk meminta tanda-tangan beliau. (proses bimbingan skripsi tidak bisa dilakukan sebelum mendapatkan tanda tangan dari dosen pembimbing, kepala Program studi, dan kepala Riset/penelitian kampus).
          “iya, ada apa ad??”
          “pengajuan judul bu..”
          “Mana..”
Aku serahkan judul penelitianku. Kulihat wajah dari ibu kaprodi tiba-tiba berubah menjadi sedikit mengkerut..
          “kalo judul seperti ini sih sudah banyak yang meneliti. Ganti dengan yang lain!!”
Tegas, kalimat yang disampaikan oleh ibu kaprodi. Aku tak bisa menolak kalimat itu. Aku tak bisa melawan. Ingin rasanya aku mencak-mencak didalam ruang kaprodi. Tapi untungnya gak jadi. Kalo aku mencak-mencak, maka kesempatanku untuk lulus tepat waktu akan gagal! Malah kalo mungkin, aku gak akan diluluskan gara-gara membuat ibu kaprodi ketakutan dan ampun-ampun.
          Aku keluar dari ruang kaprodi dengan lesu.. ah, baru dua kali judul ditolak. Masih ada kesempatan ketiga.. *batinku. 
Empat Setan Utara...

Kak Tukim, Mael, Chachik, Patria, Aku..

          Dengan semangat yang tersisa, selama seminggu aku mencoba mencari referensi dari senior-senior, dan dari buku-buku panduan skripsi. Tak lupa, karena pada waktu itu aku juga punya teman yang membuka usaha warnet, maka aku pun memanfaatkan untuk minta akses internet gratisan padanya. Hampir tiap malam selama seminggu itu aku nebeng dan tidur diwarnet. Tak apalah. Namanya juga pengorbanan demi skripsi.
          Minggu selanjutnya, minggu pertama dalam bulan maret tahun 2010, aku kembali menemui pak prof. Aneh memang. Dimata pak prof, aku termasuk mahasiswa aktif dan gak buruk dalam akademik, tapi kenapa sampai balik tiga kali ke laboratorium untuk menyerahkan judul penelitian?? Sedangkan mahasiswa yang lain saja sudah mulai membuat rancangan pengaplikasian judul skripsi yang mereka bikin. Sedangkan aku?? Masih berkutat dengan judul yang ketiga.
          “sudah mas, mana, langsung tak tanda tangani saja sini..”
Kebeneran pak prof. Batinku... kapan lagi bisa dapet dosen pembimbing seenak ini??
Pak prof mungkin kasihan denganku yang harus bolak balik demi mendapatkan tanda tangan agar bisa mengadakan penelitian.
          Kembali lagi aku memasuki ruang kaprodi dengan maksud yang sama. Yakni meminta tanda tangan kaprodi untuk penelitianku nanti.
          “ini judulmu??” *nada suaranya sih biasa aja. Tapi karena hatiku sudah terlanjur dongkol, aku mendengarnya seperti suara malaikat kematian yang sedang bertanya tentang identitasku yang aku jawab tidak sesuai dengan KTP yang berlaku.
          “iya bu...”. aku deg-degan dan berharap-harap cemas. Menantikan jawaban selanjutnya yang akan menentukan jadi tidaknya aku mengadakan penelitian.
          Srettt... kertas judul skripsiku dikembalikan dengan keras.
          “saya tidak mau tanda tangan untuk penelitian yang tidak bermutu seperti ini. Cari judul yang lain!”
          Aku ngowoh.. mulutku terbuka lebar. Berarti, secara resmi sudah tiga kali aku ditolak dalam mengajukan judul skripsi.hemmm... berarti, aku termasuk mahasiswa yang masuk dalam buku sejarah dengan rekor 3 kali ditolak!! Aaasssseeeekkkkk... horeeeee!!!! Hhhooorrrreeeeeeee!!!
          Semangatku luntur dengan penolakan kali ketiga dari ibu kaprodi. Sekali ditolak sudah biasa, dua kali ditolak juga masih bisa dinalar, tapi ditolak untk ketiga kalinya aku rasa tidak wajar!! Pasti ada persekutuan yang menginginkan aku gak boleh lulus tahun ini biar dikampus tetep ada mahasiswa manis seperti aku!! Tidak bisa diterima!! Namun apa mau dikata?? Dengan penuh kepedihan, aku keluar dari ruang kaprodi yang aku rasakan seperti ruangan eksekusi tahanan spesialis penjahat yang tingkat kejahatannya sudah sangat akut. Aku berjalan tanpa tenaga. Penolakan untuk ketiga kalinya sangat membuatku terpukul. Mendadak aku ingin menjadi orang gila saja. Yang gak usah ngurusi skripsi, tapi tetep bisa hidup tanpa beban. Tanpa ada hal yang perlu dirisaukan kecuali kegilaannya itu. Bisa kemana aja tanpa hambatan. Bebas walo gak pake baju, ato bahkan malah gak pake celana. Ah, tapi ntar dulu lah. Masak baru ditolak 3 kali sudah mau jadi gila aja?? Eman-eman ah... coba satu kali lagi... 
Emakin Gila....

Wajah Mesum....

Bagi-Bagi Pat.....

          Seminggu penuh aku berjuang mencari judul penelitian yang terbaik yang mungkin bisa meluluhkan hati dari ibu kaprodi. Selama seminggu itu pula aku jarang makan kecuali ada yang ngajak. Itu pun masih pilih-pilih. Kalo Cuma ngajak dan gak mau bayarin, aku tolak. Aku baru mau makan jika ada yang ngajak, dan sekaligus bayarin semua yang aku makan. Minggu kedua bulan maret 2010, lagi-lagi aku harus menemui pak prof di laboratorium bahasa.. belum sempat aku mengutarakan maksudku, pak prof sudah bersuara..
          “gimana mas?? Yang lain sudah pada bimbingan kok dirimu belum??”
          “judul saya ditolak lagi pak yang kemarin...”. aku melirihkan suaraku, berharap pak prof jatuh iba. Kali aja dengan begitu, beliau menjadi khilaf dan membuatkanku judul penelitian yang bagus. Tapi semua itu Cuma khayalanku saja..
          “mana judulmu yang sekarang??”
Aku mengulurkan stomap yang mulai lusuh karena harus aku bawa bolak-balik selama beberapa minggu ini.
          Tanpa membaca dengan cermat judul yang aku ajukan, beliau menandatangani kertas yang aku ajukan itu.
          “segera bawa ke kaprodi. Minta segera ditandatangani. Teman-temanmu sudah dua minggu bimbingan lho. Dirimu sudah ketinggalan sama mereka...”
          “siap pak!!” aku menjawab dengan semangat!!
Kali ke empat dalam empat minggu terakhir ini, aku melangkahkan kaki memasuki ruang kaprodi. Tampak beliau sedang duduk diruangannya.
          “ada apa ad??”
          “mau setor judul bu..”
          “mana..”
Aku ulurkan. Dibacanya judul skripsi yang aku ajukan itu. Beliau membenahi kacamatanya, dan berdiri ke arahku.
          “skrispimu tidak bisa saya tanda tangani!!”
          Aku yang sudah 3x ditolak, ingin rasanya menumpahkan semua emosiku diruangan itu. Ingin aku banting semua yang terlihat. Ingin aku ajak gelutan ibu kaprodiku yang telah membuatku resmi ditolak sebanyak empat kali. Untungnya, aku masih bisa memahami keadaan. Mski dengan emosi yang tertahan, aku betanya perihal alasan yang membuat pengajuanku ditolak untuk keempat kalinya.
          “lalu??” nada suaraku tertahan.
          “ya, ganti judul lagi.”
          “oke. Saya turuti apa yang ibu kehendaki. ”
          “bagus itu.”
          “lalu kenapa ditolak lagi??”
Sebuah alasan yang sangat aneh aku terima dan akan selalu aku simpan di memoriku..
          “Fuad, mahasiswa sepertimu sayang kalo mengadakan penelitian di SD. Itu mengapa pengajuanmu yang pertama ibu tolak. Kemudian, cari metode baru. Biar kemampuanmu berkembang. 4 judul yang kamu ajukan juga sudah banyak yang meneliti.”
          “iya..”
          “cari judul yang lain! Sekarang ibu mau pulang dulu.”
Aku melangkah keluar lagi dengan semangat yang memudar. Benar-benar pudar. Sekali, ditolak, oke. Dua kali, oke, tiga kali oke, empat kali ditolak?? Bakar kampusssss!!!
          Kembali pikiranku mampet dengan penolakan ini. Aku terpikir kembali dengan pemikiran minggu kemarin tentang enaknya menjadi orang gila. Selama beberapa hari aku menjauh dari kehidupan dunia ini.. aku benar-benar frustrasi dengan keadaan yang benar-benar tak memihak. Aku berharap penderitaanku cukup sampai disini saja. Cukup dengan penolakan judul penelitianku untuk keempat kalinya. Namun, ternyata Tuhan masih ingin memberikanku ujian kedewasaan.
Formasi Sepatu M. Fuad, Chachik, Mael, Patria...

          Dua hari kemudian, hari rabu 10 Maret 2010, aku mendapati diriku semakin terpuruk. Aku diputusin sama cewekku!!! Damn!! The worst damn thing!! Seseorang yang aku butuhkan perhatiannya dan sebagai penyemangatku disaat terapuh seperti ini, dengan mantap memutuskanku!! Aku coba untuk membicarakannya baik-baik, tapi tak pernah berhasil. Dia bersikukuh untuk tetap berpisah denganku. Aku tak tahu alasan pastinya apa. Tapi, yang aku ingat adalah dia mengatakan dia gak betah dengan hubungan yang selama ini kami jalani. Selama 3,5 tahun lebih, mengapa dia baru mengatakannya sekarang?? Damn!! Aku harus menerima kenyataan yang benar-benar membuatku jatuh! Aku berharap dia bertahan untuk membantuku melewati masa-masa sulit, dan menjadi saksi keberhasilanku nanti. Namun dia tak berubah. Perpisahan adalah jalan terbaik. Begitu kata-kata yang dia ucapkan. Mungkin terbaik untuk dia, tapi tidak terbaik untukku yang sedang dicekam keadaan. Tapi okelah, gak mungkin aku memaksakan dia tetap bersamaku. Buat apa masih bersama jika salah satu pihak sudah mengucapkan kata berpisah?? Gak mungkin kan aku memaksa dia untuk selalu bersamaku sedangkan hatinya bukan untukku?? Jadi aku relakan dia pergi meski aku harus berjuang untuk tetap tegak berdiri sendirian. Tak apalah.. gak mungkin kan kalo aku harus menelfon dia, kemudian menyanyikan lagu-lagu dangdut yang mellow-mellow itu?? Coba bayangin, aku nelfon mantanku, kemudian waktu dia bilang “hallo, assalamu’alaikum..”, aku langsung menyahut dengan kata-kata..
“kering sudah rasanya airmataku... terlalu banyak sudah yang tertumpah.. menangis meratapi buruk nasibku..” *Rhoma Irama
Atau
“kejaaaaammmm... keeeeeeejjjjjaaaaaammmmm.......” *Iis Dahlia
Atau
“aku juga, masih punya perasaaaaaannn.... sama juga seperti dirimu.. ingin cinta, ingin kasih, ingin sayaaaaaaaannnggg.... sama juga seperti dirimu...” *Meggy Z
Atau yang ini
“sungguh teganya dirimu teganya, teganya, teganya, teganya, teganyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa..... pada dirikuuuwwww” *Meggy Z.
Bisa-bisa aku langsung ditelponin rumah sakit jiwa. Tapi yasudahlah, mungkin kita harus berpisah disaat yang gak tepat. Beberapa waktu setelah berpisah, aku masih tetap menggunakan nomor yang dulu sering dia hubungi. Sampai suatu saat, aku menerima SMS dari dia. Aku masih ingat kata-kata dalam SMS itu. “bolehkah aku membuka hati untuk cowok lain??” aku tak membalas SMS itu. Dan menggunakan nomor lain untuk aktifitasku sehari-hari. Aku sengaja tak menghubungi dia, agar aku bisa fokus dengan skrispsiku yang berulang kali dtolak. Disisi lain, aku gak mau lagi mengganggu dia yang tampaknya sudah mulai membuka hati untuk pria lain...
          Semenjak kejadian itu, aku memutuskan untuk menjadi gila. Genk Andrea yang semula berjumlah 8 orang, tak lagi genap. Hanya tersisa aku, mael, Patria, dan Chachik yang juga sedang sibuk menjalani masa-masa pengerjaan skripsi. Aku memutuskan untuk menjadi gila. Mendadak gila tepatnya. Aku yang semula berdandan rapi, untuk beberapa saat tak mau rapi-rapi lagi. Mendadak gilaku berlangsung kurang lebi satu bulan. Setiap hari, selepas kuliah, aku hanya duduk-duduk dikopma yang sepi karena penduduknya sedang perang dingin. Kadang duduk di pojokan dekat ruang Unit Kegiatan Mahasiswa bidang musik. Rambut acak-acakan, wajah lusuh (biasanya sudah lusuh, tapi waktu itu lebih lusuh lagi karena gak mandi), kancing baju dicopotin, kaus kaki gak dicuci (ini mah sudah kebiasaan sejak masih disekolah), dan Cuma memakai satu sepatu. Coba pembaca bayangkan, gimana jadine wajahku yang sudah amburadul, berdandan kayak gitu?? Pasti gak ada bedanya dengan orang gila beneran kan?? Aku memang selalu menjiwai kok ya kalo jadi apa-apa.
Bintang Jari Tangan Persahabatan...

          Sampai suatu saat, awal april 2010, tiba-tiba Mael, chacik dan Patria mendatangiku yang seperti biasa sedang duduk-duduk menjadi mendadak gila. Mereka kaget dengan keadaanku yang memang lebih mirip orang gila daripada orang waras. Aku sengaja gak menceritakan semua kejadian yang aku alami pada Riswanto. Sahabatku sejak SMA. Aku takut dia menjadi terbebani (karena punya temen yang bercita-cita pengen menjadi mendadak gila), dan kadang, kalo cerita-cerita sama dia malah diledekin (pembalasan. Karena biasanya kalo dia yang dapat masalah, selalu tak ledekin. Kuwalat jadine Aku..). Jadi aku pendam sendiri saja semua permasalahanku..
          Melihat keadaanku yang mengenaskan, mereka mengerubutiku. Dan ikut prihatin dengan apa yang aku alami. Aku ceritakan semua yang terjadi padaku, dari awal sampai akhir. Mereka juga mengajakku untuk makan di warung depan kampus. Disana, chacik mengatakan, aku boleh memesan apa saja alias gratis. Mendengar kata “gratis”, semangat makanku timbul. Aku memesan nasi, lengkap dengan telur sambel, ayam, tempe, tahu, dan tak lupa kerupuk didampingi minuman jumbo. Mumpung gratis.xixixixi
          Selepas memesan makanan, kami berempat duduk di meja yang telah disediakan.
          “sudahlah Kong.. gak usah jadi gila gitu. Udah gila gak usah pura-pura gila”. Chacik menasehatiku.
          “iya kong. Wajahmu mesum gitu kok. Masak ada, orang gila yang wajahnya mesum??” mael ikutan memberikan masukan.
          “hu um. Bener iku..” Patria urun bicara juga.
Aku diam saja. Dan menikmati makanan gratisku dengan seksama. Aku tak pedulikan kata-kata mereka. Yang penting aku makaaaaannnnn!!!
          “udah kong.. masalah cewek sih gampang! Masih ada banyak stok kok..” Mael yang juga pernah menjadi korban pemutusan cewek memberiku harapan...
          “iya. Masih ada banyak kong! Gak apa-apa ya..” suara Chachik.
          “bener itu...” Suara Patria lagi.kampret ni orang. Enak banget tinggal bilang hu um-gu um tok...
          Aku masih meneruskan makanku menikmati sisa-sisa daging pada tulang ayam yang aku pesan tadi.. kulihat, dibangku sebelah ada cewek berkerudung. Aku tersenyum penuh arti...
          “sssstttt.... mbak, mbak...” aku memanggil cewek dimeja sebelah.
Tak ada jawaban. Mael, Patria, dan Chachik ngowoh dengan apa yang aku lakukan.
          “mbakk.. mbak..” panggilku lebih keras.
Cewek dimeja sebelah menoleh. Dia gak yakin dengan pendengarannya. Mungkin dia aneh, dipanggil orang yang gak dikenal. Oeh makhluk sepertiku pula.
          “aku??” katanya sambil menunjuk pada hidungnya.
          “iya..” jawabku.
          “ada apa mas??”
          “Mau Tulang gak?? Nih, aku punya banyak!! wakakakakkak” kataku sambil menjulurkan tulang sisa gigitanku padanya.
          “Kiiinnnggggkkkkoooooooonnnggggg!!!!!” teriak mael, patria, dan Chachik.
Ceplak! Ceplak!! Ceplak!! Tiga pukulan menghujam tubuhku. Masing-masing dari Mael, Patria, dan juga tentunya Chacik.
          “maaf mbak, maaf mbak, maaf mbak, ini memang rada-rada stresss!!” Chacik tergugup-gugup meminta maaf pada mbak-mbak yang tak kerjain tadi.
          Selesai makan, kami kembali lagi ke Kopma. Disana, mereka tetap mengerubungiku.
          “sudahlah Kong.. kami akan selalu membantumu kok. Tenang aja.”. Chacik kembali meyakinkanku.
          “masalah skripsi, nanti aku carikan referensi. Yang penting sekarang, fokus dan semangatlah dulu..”
          “yap!!” aku yang melihat kesungguhan genk aneh itu, akhirnya timbul lagi semangatku. Gak ada salahnya aku mencoba lagi setelah sebulan vakum dan berputus asa.
          Selama beberapa waktu, aku mencari referensi dan tentunya dengan dibantu teman-temanku yang ternyata masih peduli denganku.  11 April 2010 (sebulan lebih sejak terakhir kali proposal judul penelitianku ditolak), kembali aku menemui pak Prof di laboratorium bahasa. Tampaknya beliau agak marah dengan keterlambatanku mengurus pengajuan judul skripsi. Beliau juga sepertinya sudah malas untuk memberikan tanda tangan ke paper yang aku bawa.
          “gini aja mas. Kemarin kan sudah ditolak 4 kali, maka lebih baik, minta tanda tangan dulu sama kaprodi. Nanti kalo beliau sudah setuju, baru bawa kesini.”
          Aku menurut saja ketika itu. Aku tak sadar jika apa yang aku lakukan berbeda dengan mekanisme yang ditentukan. Harusnya step yang dilalui adalah tanda tangan dosen pembimbing, kemudian meningkat ke kaprodi, ke ketua lembaga riset yang terakhir. Namun, pada waktu itu, aku ke kaprodi dahulu.
          “ada apa lagi??”
          “pengajuan judul” jawabku tegas.
          “mana”. Jawaban yang tak kalah tegas terucap dari ibu kaprodi.
Sengaja, waktu itu aku membawa empat judul untuk proposal skripsi. Dengan demikian, maka ada pilihan lain jika salah satunya ditolak.
          “silahkan dipilih Bu..”
          “kok belum ada tanda tangan dari dosen pembimbing??”
Aku menghela nafas sejenak. Setelah lebih tenang..
          “katanya pak prof, beliau minta ibu dulu yang tanda tangan. Biar lebih sreg..”
          Ibu kaprodi mengamati 4 judul skripsi yang aku serahkan. Sampai kemudian, beliau memutuskan...
          “yang ini bagus. Lanjutkan penelitian yang ini.”
Aku lihat, beliau menandatangani paper yang aku ajukan tadi. Dan diserahkannya padaku. Yesss!! Akhirnya aku mendapatkan tanda tangan dari kaprodi! Aku ucapkan terima kasih dan keluar ruangan dengan kepala tegak. Segera aku temui pak prof yang masih setia di laboratoriumnya.
          “sudah mas??”
          “sudah pak” jawabku sambil menyerahkan paper yang telah ditandatangani ibu kaprodi.
          “wah, tepat sekali. Tentang debat ya??”
          “iya pak”. Memang, dari 4 judul yang aku sodorkan, ibu kaprodi interest untuk yang bertema debat.
          “kebetulan, dirumah aku punya buku tentang debat dari pakar-pakar debat. Kapan-kapan kalau mau minjam, bisa datang kerumah.”
          “siap pak!!” kataku dengan semangat.
Semenjak mendapatkan tanda tangan dari kaprodi, semangatku untuk segera menyelesaikan skripsi menjadi berlipat ganda. Aku berusaha keras untuk mengejar ketertinggalanku dari teman-teman yang sudah terlebih dahulu melakukan bimbingan.
Oktober 2010, Akhirnya aku wisuda... hahaha.. gaya yang bagus ya waktu poto..

          11 April 2010 adalah tonggak kebangkitanku. Usaha keras, tak akan mengkhianati. Itu yang aku buktikan. Setelah siang malam mencurahkan segala pikiran dan tenaga, akhirnya, pada akhir juni, skripsiku selesai (pada pertengahan April, Penelitian Skripsiku bisa aku laksanakan di SMAN 1 Pamotan. SMA ku dulu.. ). Lebih cepat dari pada teman-teman yang sebimbingan denganku yang menyelesaikannya pada pertengahan juli. Aku mengerjakan skripsi itu tak lebih dari 4 bulan, jika dibandingkan dengan teman-teman sebimbingan yang mencapai 5 bulan. Aku bisa berdiri tegak, melampaui semua saat terberatku meski tanpa dia yang aku harapkan menjadi penyemangatku. Aku bisa melaluinya dengan baik walau aku harus sendiri tanpa dirinya. Aku bisa karena aku percaya dengan teman-temanku, sahabat-sahabatku yang tak ingin melihat aku terjatuh. aku bisa setelah empat kali ditolak oleh kaprodi, aku bisa setelah sebulan menjadi mendadak gila. Aku percaya bahwa masih ada banyak orang yang akan menyeyangkan jika aku gagal. Mari kita buktikan, berdoa, dan usaha keras tak akan mengkhianati perjuangan kita!!
          Begitu selesai mengerjakan skripsi, menjelang ujian dan sidang untuk skripsiku, dalam pikiranku terukir sebuah kalimat dahsyat, “aku pengen jadi mendadak waras!!”

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...