Indonesia
adalah bangsa yang berdaulat, dan bertuhan. Bahkan, jika kita sering mengikuti
upacara bendera ataupun upacara dalam rangka hari-hari besar nasional, setiap
kali pembacaan undang-undang dasar tahun 1945 dukumandangkan, maka kita akan
mendengar sebuah kalimat yang berisi kepasrahan bangsa ini kepada Tuhan. Coba
dengarkan, atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa... berarti kan kita
harusnya sadar, kemerdekaan yang diperoleh oleh bangsa indonesia dengan segenap
perjuangan dan pengorbanan, mungkin kemerdekaan itu gak akan terlaksana dan
tercapai tanpa adanya campur tangan dari Allah, Tuhan seru sekalian Alam.
Setiap tujuh belas agustus diperingati, maka ingatanku akan
selalu tertuju pada tahun 2005 dulu. Saat aku menjalani seleksi menjadi anggota
paskibra tingkat kabupaten. Disana, bukti dari kalimat atas berkat rahmat Allah
yang maha kuasa benar-benar terjadi. Untukku... gimana kisah serunya??mari kita
mulai bahas sajalah.. gak usah serius-serius gitu dong. Tuh, malah jelek lho
wajah manisnya. Ayo senyum ayo senyum.. chiku-chiku-chiku...
ciluuuuukkkkkkkk.... baaaaaaa!!!
Ketika itu, aku masih duduk di bangku kelas 1 dan 2 SMA.
Ketika guru penjas orkesku waktu itu, pak wardi, memasuki ruang kelas sambil
membawa secarik kertas dan juga pulpen. Pasti belum pada tahu kan, kalo pulpen
itu gunanya untuk menulis, dan kertas itu gunanya untuk ditulisi (gak penting
banget ya keterangan ini...).
“anak-anak, dimohon berdiri...” ucap pak guru penjas.
Kami, dikelas I.2 segera
berdiri. Baik laki-laki ataupun perempuan. Tak ada terkecuali. Semua berdiri.
Mulai dari meja, kursi, papan tulis, pintu, sampai pohon-pohon yang ada semut
merahnya yang sering jadi saksi anak-anak sekolahku pacaran pun ikut berdiri.
Pak guru penjas mulai menunjuk-nunjuk dan mencatat dengan pulpen
yang dibawanya. Kami gak tahu apa yang dicatat dan buat apa catatan itu. Leles
yang duduk disebelahku, juga seperti biasa, garuk-garuk kepala tanda tak paham
dengan apa yang terjadi di sekelilingnya.
“sudah, kalian boleh duduk kembali..”
Pak guru penjas kemudian
pergi. Meninggalkan sejuta tanya pada benak kami.. mengira-ngira apa yang akan
terjadi dengan catatan yang dibawanya..
|
Sang DwiTunggal... Merah Putih dan Garuda Pancasila... |
Beberapa minggu kemudian....
Pak guru penjas datang
lagi kekelasku...
“anak-anak, yang namanya bapak sebutkan, tolong keluar
kelas dan berkumpul di aula..”
“iya paaakkk....”
“kampret...” *nama disamarkan karena si penulis lupa dengan
siapa saja yang dipanggil waktu itu.
“hadir!!” *si kampret lalu keluar dan bergegas menuju ke
aula.
“kuprit...”
“yap!!”
“wedhus...”
“siap!!”
“kalong...”
“ada pak!!”
“Yuni Puji Lestari...” *kalo ini aku masih ingat..
hehehehehe
“ada..”
“Yeni Tri Hastuti..”
“Hem??” tanda kaget yang selalu aku ingat ketika namanya
dipanggil dengan tiba-tiba.
Namaku kok belum ada ya??
biasanya namaku selalu masuk kalo ada kegiatan-kegiatan lho. Apa ini gara-gara
rata-rata yang dipilihin ini tingkat keimutannya masih dibawahku?? Ah, tunggu
sajalah...
“M. Fuad Shulkhan Tsania..”
“adaaaaaaa!!!” alhamdulillah, akhirnya namaku dipanggil
juga oleh pak guru penjas. Terima kasih ya Allah. Terima Kasih ya Rasulullah.
Terima kasih untuk kedua orang tuaku, saudara-saudaraku, bapak ibu guru yang
selama ini selalu setia mendidikku, teman-temanku yang selalu mendukungku, dan
tak lupa para fansku.. tanpa kalian, aku bukan siapa-siapa. Tanpa kalian aku
bukanlah apa-apa. Penghargaan ini aku peruntukkan untuk kalian. Terima kasih...
tanpa kalian mungkin namaku tak akan terpanggil dalam kesempatan kali ini... tanpa
kalian... *wwwooooeeeeyyyyyy.... sadar wooeeeyyy!! Kayak artis aja kauuuu!!!
Sadaaarrr!!! Ini dunia nyata!!
“untuk yang tidak terpanggil, tetap dikelas. Jangan keluyuran.”
Lagi-lagi pak guru penjas menyisakan beribu tanya. Kenapa ada yang dipanggil,
kenapa ada yang gak dipanggil. Apakah yang dipanggil akan dikirim ke laut jawa
buat dijadikan mangsa ikan sapu-sapu, ato mau dikirim ke laut selatan untuk
ditenggelamin buat tumbal ratu pantai selatan biar gak ngamuk, kami semua gak
tau. Bahkan aku yang ikut terpanggil pun belum tahu mau diapain. Pasrah
sajalah... namanya juga anak kecil yang imut-imut... jadi umpama dijual ya
pasti laku keras dipasaran..
Di aula, bapak kepela sekolah sudah menunggu...
“anak-anak... bapak minta waktunya sebentar..” *bapak
kepala sekolah membuka suara.
-jangankan sebentar, lama aja juga gak masalah kok pak.
Sampai bubaran sekolah juga silahkan. seneng aku malahan.-
“kenapa kalian bapak kumpulkan??”
“tiiidddaaaaakkkk....” sekitar lima belasan anak menjawab
dengan koor yang sangat merdu.
“perlu diketahui, pada minggu depan, akan diadakan seleksi
masuk untuk menjadi pasukan pengibar bendera tingkat kabupaten. Setelah
mengadakan rapat, maka, akhrinya dewan guru memutuskan kalian yang akan
berangkat mewakili sekolah kita ke tingkat kabupaten..”
“harap persiapkan diri kalian, dan berjuanglah untuk nama
baik almamater kalian..”
“siap pak!!”
Owh.. ternyata kami mau
dikirim buat seleksi menjadi anggota paskib ya?? walaaaahhh...
Minggu
depannya. Di komplek Pendopo Lama Kabupaten Rembang.... aku dan 14 temanku yang
lain sudah sampai disana sejak beberapa menit yang lalu. Saingan yang berat
terlihat dari siswa-siswi SMA didaerah kota. Minder?? Sudah biasa. Aku paling
minder kalo ketemu cewek cakep. Lha masalahnya, waktu itu, yang ikut rata-rata
cakep cuy! Malah tambah minder saja ini... setiap sekolah bebas mengirimkan
siswanya. Rata-rata mereka mengirimkan 15 siswa. Jika waktu itu kita katakan,
SMA/SMK/MA baik negeri ataupun swasta sekabupaten rembang yang mengirimkan
siswanya adalah 20, maka kita tinggal mengalikan saja berapa peserta
seleksinya. Yaaaa... sekitar 300 siswa lah. Sedangkan yang dibutuhkan adalah 17
untuk pasukan 17, 9 untuk pasukan 8, dan 45 untuk pasukan 45. Sekitar 60
personel. Untuk cadangan, sekitar 10. Jadi, dari 450 peserta seleksi, akan
dipilih 70an saja untuk dipertahankan.
|
Rod en Wait |
Tepat setengah delapan pagi, kami semua dikumpulkan oleh
pak pembina dan tim pelatih paskib tahun 2005. Pada waktu itu, yang melatih
kami secara intens ada 2 orang. Yang satu dari unsur kepolisian resort yang
bernama Pak Sadino (sumpah!! Dulu waktu ngelatih kami, beliau ini gualaaaakkkk
pake banget!! Sampai-sampai beliau ini mau diculik sama tim paskib kami dan
Cuma dikasih jatah maem nasi bungkus sehari satu kali. Biar nanti kalo
dibebasin dari penculikan, beliau gak galak-galak lagi. Tapi bener kok, tahun
2011 lalu, waktu ketemu di acara Kursus Mahir Dasar pembina Pramuka yang
diadakan oleh Provinsi Jawa Tengah, Pak Sadino ternyata orangnya ruaamaaahhh
banget!! Malah sempet ngobrol-ngobrol sampai malem...), sedangkan personel yang
kedua adalah Pak Ali Murtadho dari unsur Kodim (yang ini gak begitu galak sih.
Tapi gak pantes aja. Gara-gara beliau ini sebagai cowok, tinggi badannya mepet
banget. Dengan aku aja yang waktu itu SMA masih tinggian aku).
“para peserta seleksi, kami harap kalian berjuang
semaksimal mungkin, untuk dapat masuk dalam tim paskib kabupaten” Pak Sadino
membuka proses seleksi.
“tahap seleksi yang diadakan hari ini dibagi menjadi 2
sesi. Pertama fisik. Kalian harus lari pada rute yang telah ditentukan, dan
yang kedua, baris berbaris setelah tes fisik nanti. Pahammm??”
“pahaaaammmm!!!” serentak kami menjawab denga tegas dan
keras.
“seleksi
pertama, langsung saja kita mulai. Kalian nanti akan berlari, dari sini, ke
kiri. Teruuusss sampai ke tugu adipura depan balai kartini rembang.. lanjut ke
kiriiii..... luruuusss... kemudian belok kiri lagi, dan berakhir disini, lewat
jalur belakang dari pendopo lama ini. Jadi, nanti akan ada empat tikungan yang
harus kalian lewati.. Paham??”
“weng-weng-weng-weng,
nguing-nguing-nguing, mbembembembem,..” * ini aslinya suara dari peserta
seleksi, tapi karena mereka bergumam bareng-bareng, jadinya adalah proses
perubahan suara yang tidak sempurna karena adanya ion-ion kegelisahan dalam
otak mereka yang memikirkan proses seleksi fisik ini.
Aku, dari
luar terlihat sangat tenang. Seperti tidak gelisah sama sekali. Tapi, andaikan
pembaca tahu apa yang ada dipikiranku waktu itu, pasti akan sangat geram dengan
sikapku yang pura-pura tenang. Padahal aslinya, aku sudah ingin pura-pura lupa
ingatan, terus kejang-kejang di tengah jalan, biar gak disuruh ikutan seleksi.
Dipikiranku waktu itu kayak gini asline...
- Dari pendopo
lama ke tugu adipura depan balai kartini = jauh. Ini sepadan dengan sambel
macan level 5.
- Dari tugu
adipura ke kiri sampai pertigaan pertama = lumayan jauh. Ini setara dengan
sambel hot level 7.
- Dari pertigaan pertama kek kiri sampai
belakang pendopo kanupaten lama = sangat jauh. Ini sebanding dengan sambel
iblis tingkat 8!!
- Kesimpulannya
adalah dari pendopo lama ke kiri sampai tugu adipura + ke kiri lagi sampai
pertigaan pertama + kekiri sampai areal belakang pendopo kabupaten lama +
kembali ke titik start = dengkul copot dan kaki bengkak-bengkak!!! Itu pun kalo
sampai ke garis finish. Kalo gelimpangan ditengah jalan??
Priiiittttttttt!!! Pak
sadino meniup suara peluitnya. Nyaring dan membuat kami tergagap. Itu adalah
tanda dimulainya seleksi lari. Aku dengan tenang mulai menapakkan kaki melewati
jalur yang sudah ditetapkan. Masih sempat aku ngobrol-ngobrol dengan teman seangkatan
dari SMA ku dalam awal-awal lari itu..
“eh, pelan-pelan ae ya. yang penting nyampe tujuan” aku
membujuk.
“ntar kalo gak lolos gimana??”
“lolos ya. tenang ae. Kita pelan-pelan aja ya..” aku masih
membujuk temanku.
“gak ah.. mending aku duluan ajah..” *dia berkata begitu
sambil mempercepat larinya. Aku yang sudah mulai ngos-ngosan meski baru berlari
sebentar, tetap aja berlari pelan-pelan.
|
Red and White |
Disepanjang jalan Pantura Rembang, aku masih menempati
posisi ditengah para peserta seleksi. Tampak masih ada beberapa gerombol siswa
yang ada dibelakangku. Menjelang tikungan pertama... aku mulai bergeser ke arah
belakang. Beberapa gerombol peserta telah mendahuluiku tanpa aku bisa
mengejarnya lagi.. di tikungan kedua, masih ada beberapa anak yang berada
debelakangku. Busyeeeetttt!!! Tinggal beberapa cewek aja yang dibelakangku.
Yang cowok-cowok sudah pada didepan. Haduhh.. aku mulai ragu dengan akte
kelahiranku yang tertulis aku berjenis kelami laki-laki.. jangan-jangan sewaktu
aku kecil dulu, aslinya bukan laki-laki, tapi dipaksain jadi laki-laki
gara-gara emak dan bapakku pengen punya anak laki-laki.. hemmm...
Dan akhirnya, di tikungan ketiga, aku secara resmi menjadi
peserta lari dengan urutan terakhir. Kaki rasanya sudah gak mau lagi diajak
berlari. Para cewek yang pada tikungan kedua masih berada dibelakangku,
sekarang sudah berbalik didepanku dan semakin menjauh dariku yang Cuma bisa
lari-lari kecil. Itu pun juga lebih sering jalan daripada lari. Nafas hampir
putus.. tenggorokan kering.. kehausan.. dan parahnya, tertinggal di urutan terakhir
dari para peserta seleksi.
Eteketeketeketeketeketeketeketeketeketeketeketek...
brrrmmmm.... tiba-tiba terdengar suara sepeda motor.
“ayo cepetan.. kamu yang terakhir!!”
Ternyata pak Ali Murtadho
yang naik sepeda motor butut tua dengan asap mengepul warna hitam di
knalpotnya. Haduh.. motor jaman Majapahit kok ya masih aja dipake toh paakkk.
“aaaaahhhh... kesel pakk!!”. Kataku sambil memegangi lutut.
“ayo. Yang semangat! Baru kali ini, peserta seleksi lari,
tapi yang jadi terakhir adalah seorang cowok. Rekorrr tenaaaannn...
hekhekhekhek” pak Ali terkekeh-kekeh melihat penderitaanku. Huh, ingin aku cengkiwing
ini orang kalo gak ingat dia adalah tim penyeleksi paskib.
“aaaahh... boncengke ah paaakkk.. hooosss.... hhooooosssss”
aku membujuk lagi. Ditengah panas yang sangat membakar dipagi itu, aku mendadak
ingin dibonceng sama seorang aknum TNI yang tidak keren sama sekali.
“leh?? Ini seleksi eq malah minta dibonceng?? Ayo cepetan.
Tak tunggu di garis finish!!”. Brrrrmmmmmm..... motornya pak Ali digas penuh.
meninggalkan asap yang bisa membuat siapapun yang menghirupnya langsung
terjangkit penyakit titanus dan cacingan. Bahkan kemungkinan besar bagi
penderita cacingan, ketika menghirup asap knalpotnya Pak Ali Murtadho waktu
itu, cacingnya akan ikut kena titanus juga. Kulihat, tubuh kecil itu semakin
menjauh, meninggalkanku yang berlari sambil memegangi lutut yang seakan diberi
pemberat sebesar bus yang sedang kehabisan bensin, dijalan yang menanjak dengan
penumpang full dan bertubuh gendut semuanya.
|
Hormaaattt!!!! |
“minum, minum, minum!!!” teriakku ketika sampai digaris
finish. Teman-temanku se SMA yang sudah terlebih dahulu sampai, langsung
memberiku beberapa gelas akuwa. Segera kuhabiskan minuman yang disodorkan..
“lagiiii!!!!”
Dibawakannya lagi dua
gelas minuman itu. Mereka takjub, melihat seekor kuda nil, dalam waktu singkat
bisa menghabiskan 6 gelas akuwa dalam sekali waktu. Seekor kuda nil yang
kepanasan, seekor kuda nil yang butuh tempat berendam, ditengah musim kemarau
yang berlangsung dengan hebatnya.
“waaahhh... selamat yaaa.. akhirnya kamu sampai garis
finish juga..”
Ucap salah seorang
temanku. Aku gak mau menyebutkan dia siapa karena aku sudah lupa siapa dia.
“selamat juga ya nyeeettt!! Sudah jadi peserta terakhir yang
sampai digaris finish..” *kalo ini aku masih inget, makhluk yang biasa menyebut
aku dengan sebutan ini adalah “Ika Ermawati!!!”. Yang selalu ngajak geludan
dimanapun dia berada!! Andai saja waktu itu sepi dengan orang-orang, mungkin
ini makhluk sudah aku tarik, dan tak iket di pohon asam deket pendopo lama itu.
Biar dikerubutin semut-semut yang kelaperan.
“udaaahhh... aku keseleeeennnnn.... (kecapekan)” ujarku.
Mana ada sih, kebiasaan memberi selamat pada orang yang menjadi juara
terakhir??. Budaya dari negara mana itu?? Aku gak tahu. Mungkin aja budayanya
si Ika yang aku tahu dia bukanlah makhluk asli dari planet Bumi. Setahuku sih
dia adalah temennya monster megume, musuhnya sinchan, yang sering lupa memakai
celana itu kalo keluar.
Dari
sana, kami tahu, bahwa peluangku untuk masuk ke paskib tingkat kabupaten ini
lebih sulit daripada teman-teman yang lain. Peluangku mungkin Cuma sekitar 10%
jika dibandingkan dengan teman-teman yang mungkin berpeluang 50% atau lebih. Apalagi,
seleksi yang terakhir nanti adalah ketangkasan baris berbaris. Namun, sekecil
apapun peluang itu, harus aku manfaatkan. Di sisa seleksi, selain mengeluarkan
kemampuan yang kita miliki, berdoa juga merupakan hal yang tak boleh dilupakan.
Aku yakin Tuhan pasti punya cara untuk meloloskan siapa yang dikehendakinya.
Jadi di sisa waktu itu, aku berdoa. (biasalah. Namanya juga manusia. Kalo lagi
pengen sesuatu, pasti baik-baikin deh Allah SWT. Tapi begitu udah merasa gak
butuh apa-apa, lupa deh sama yang membuat hidup..)
Seleksi
tahap kedua, yakni baris berbaris terlewati tanpa hambatan yang berarti. Di
akhir seleksi, dipilih 10 putra dan 10 putri yang akan diseleksi lagi untuk
dikirimkan ke tingkat provinsi. Jelas, aku gak bakalan bisa lolos. Lha wong lari
aja ngos-ngosan kok. Udah gitu, jadi pelari dengan predikat terakhir pula. Jadi
ya impossibelll lah kalo kepilih dalam 10 besar. Dan benar dugaanku, tak ada
namaku dalam 10 besar kabupaten itu. Jangankan untuk masuk 10 besar, untuk
masuk ke paskib tingkat kabupaten pun mungkin aku memerlukan keajaiban. Bukan
Cuma keajaiban, tapi juga keajaiban besar! Meski begitu, aku bersyukur, walopun
aku gak masuk dalam 10 besar, SMA ku memasukkan nama Mudzakkir dan Maya Yulita
dalam jajaran 10 besar untuk diseleksi sebelum ke tingkat Provinsi.
Dan proses
seleksi pun dibubarkan. Pengumuman yang masuk paskib ke tingkat kabupaten akan
ditentukan kemudian, dan suratnya akan langsung dikirimkan ke sekolah
masing-masing.
Beberapa minggu
kemudian,..
Pak guru
Penjas berdiri di depan kelasku, sambil membawa selembar kertas putih dengan
kop kabupaten...
“Yuni
Puji Lestari...”
“ada
pak..”
“Yeni Tri
Hastuti..”
“heh??”
“M. Fuad
Shulkhan Tsania..”
“hadir!!”
“selamat,
kalian masuk dalam tim paskib Rembang. Persiapkan diri kalian, dan berjuanglah
semampunya...”
“siappp!!!”
|
Enggaya.... |
Memang, berkat rahmat
Allah yang maha Kuasa, aku tak menyangka bisa lolos ke tingkat kabupaten.
Teman-temanku tak percaya aku bisa lolos. Bahkan aku sendiripun tak
mempercayainya. Allah mempunyai jalan yang misterius untuk diberikan kepada
ummatNya. Aku yang berpredikat sebagai cowok peserta seleksi yang masuk finish
di urutan terakhir, ternyata masuk ke dalam tim paskib kabupaten. Berbanding
terbalik dengan Dzakir. Meski dia masuk dalam 10 besar seleksi kabupaten, namun
di akhir pengumuman, dia tak masuk dalam tim paskib tingkat kabupaten tahun
2005 dulu. Sangat disayangkan memang. Karena sejak SMP, kita sudah berangkat
bersama dalam pasukan pengibar bendera. Mulai dari SMP kelas 2 (pasukan 17
Paskib Kecamatan Sedan), kelas 3 (Pembentang dan pengerek bendera paskib
kecamatan sedan), SMA kelas 1 (Paskib Kecamatan Pamotan), dan harus terpisah
ketika kelas 2. Dia menjadi komandan pasukan pengibar bendera kecamatan
Pamotan, dan aku menjadi bagian dari pasukan 17 di paskib kabupaten Rembang.
Bersama dengan Alfian Andi Nugroho (SMAN 1 Rembang) yang jadi personel terdepan,
aku, dan Galih Rino saputro (SMA Kartini), dua teman yang pernah hidup susah
bareng sewaktu mewakili kabupaten Rembang dalam mengikuti Latihan Kepemimpinan
dan Manajemen OSIS se Jawa Tengah tahun 2004 di Yayasan Bina Dharma, Salatiga,
3-10 Mei 2004.
Dari sekitar 15 Siswa yang dikirimkan SMA Pamotan, saat itu,
berhasil meloloskan 11 siswanya. Termasuk aku dan Eka Ermawati, yang biasanya
selalu bertiga dengan Mudzakkir menjadi langganan untuk mengisi posisi pengibar
bendera dalam setiap acara di Pamotan. Baik itu ditingkat sekolah, maupun di
tingkat kecamatan..
Berdoalah... karena Bangsa ini adalah bangsa yang percaya
dengan berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa..
·
Untuk Yeni Tri Hastuti, kenangan ketika kita semua
berpanas-panas bareng di alun-alun Rembang, dan menjalani rutinitas fisik dalam
latihan Paskib tak akan pernah terlupakan. Semoga engkau mendapatkan tempat
terbaik disisiNya.. semoga kepergianmu adalah yang terbaik untukmu.. salam dari
kami semua..