Thursday 18 July 2013

Siswa Pinter Vs Siswa Kurang Beruntung



Sewaktu kita masih sekolah, Pernah merasakan perlakuan guru yang berbeda terhadap anak didiknya?? Yakin deh seribu limaratus persen teman-teman pasti pernah merasakannya. Perlakuan yang berbeda pada kita biasanya didasarkan pada beberapa sebab. Namun kebanyakan dikarenakan 2 hal. Yakni, ada siswa Pinter, dan yang kedua, pasti karena juga ada siswa yang tidak pinter (baca : o’on). 

Kebanyakan disekolah daerah, siswa pintar mempunyai nilai lebih dihadapan para guru. Entah itu karena mereka memang dekat dengan para guru, atau mungkin juga karena mereka dikaruniai kemampuan berfikir diatas rata-rata anak yang o’on. Tapi ada juga yang membuat para guru biasanya lebih interest dengan anak-anak pinter. Tau gak?? Biasanya anak pinter kan suka berdandan rapi, rambut klimis, sopan, dan juga kebanyakan dari mereka adalah perwakilan dalam setiap lomba antar sekolah plus sedap dipandang. Lalu, bagaimana dengan siswa yang cenderung o’on?? Gak usah dibahas deh. Kebanyakan siswa yang o’on memang mempunyai penampilan yang kurang menarik. Seperti rambut digaya-gayain, baju gak rapi, kumel, jarang mandi, dan juga dari segi nilai atau pemikiran, mereka jelasnya tertinggal dari para siswa pinter plus terkadang suka ngupil sembarangan. Begitulah.. jadi, terkadang siswa yang dianggap pinter cenderung lebih diberi keistimewaan dalam kehidupan bersekolah. Bener kan??
Secara pribadi, aku pernah juga lho diuntungkan karena pada waktu sekolah aku dulu berlabel anak yang cenderung pinter (selain aneh tentunya lho...). jarang sekali aku mendapatkan pukulan atau hukuman sebagai pelampiasan kemarahan para bapak ibu guru yang lagi terkena serangan syindrom tanggal tua (baca : gak punya duid di tanggal tua). Tapi tidak halnya dengan salah satu temanku yang terbilang cenderung o’on. Walaupun aslinya dia pintar, tapi dia tidak mau memperlihatkan kalau dia pintar (istilah kerennya, dia lagi menyamar begitu lho...)
Sebut saja namanya Leles, tapi dia lebih beken dengan sebutan Lena. Kenapa disebut Lena? Dan siapakah Leles ini?? Teman-teman bisa membacanya di Postingan yang berjudul metamorphosis.

Ya, sebut saja dia begitu. Dia adalah makhluk nyata yang menjadi saksi dan juga bukti hidup tentang diskriminasi yang terjadi diantara kita dihadapan bapak guru sewaktu SMA dulu.. pengen tau kisahnya?? Sabaaarrrr.... ini juga lagi mau tak ceritain kok...
Kisah ini terjadi ketika aku dan Leles masih duduk di SMA kelas 1. Seperti yang kita tahu, SMA Pamotan mempunyai seorang guru yang kami anggap sebagai guru yang lumayan galak. Aslinya ndak galak sih, tapi Cuma karena kita gak mudeng sama mata pelajaran yang beliau ampu, maka kita jadi parno sendiri tiap kali bapak guru ini masuk ke kelas. Ya, sebagai siswa yang hanya dikaruniai pemikiran eksak yang pas-pasan, aku dan leles merasa menjadi saudara kembar yang pembagian porsi kegantengannya tidak seimbang. –lebih ganteng aku lah daripada si Leles... xixixixi. Mengapa sampai seperti saudara kembar?? Iyyyaaaa... karena setiap kali mata pelajaran itung-itungan, aku dan Leles ibarat kembar siam yang selalu bertingkah sama. Yakni garuk-garuk kepala, toleh kanan-toleh kiri, cengengas-cengenges, meringis ketika ditegur guru, dan yang pasti, mumet gara-gara gak bakalan bisa mengerjakan tugas yang diberikan, terus opsi terakhir adalah pura-pura pingsan atau lupa ingatan dengan mengatakan berulang-ulang kalimat yang sama. “saya siapa?? Saya dimana?? Apa yang terjadi?? Mengapa aku disini???”. Jika cara itu tidak berhasil, maka opsi lanjutan adalah plan B, yakni mengaku sebagai orang lain yang sedang menyamar.. misal gini nih contoh dialognya :
“Leles, berapakah hasil dari (2x+3y) . (x-y)” *ini pertanyaan guru matematika yang waktu itu diampu oleh bu Mia Darmiati.
“maaf bu” jawab leles
“Berapa jawabannya??”
“Maaf bu, saya tidak bisa menjawabnya”
“kenapa gak bisa menjawab??”
“kamu ndak belajar semalem??”
“bukan begitu bu”
“lalu??”
“Maaf Bu, saya ini adalah sebenarnya seorang intel yang sedang menyamar dikelas ini.. jadi saya tidak akan menjawab sebelum kasus yang saya tangani selesai...” *tentunya sambil mengingis dong ah.
“KELUAAAAAAAARRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRRR!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”
Jika tidak disuruh keluar, maka opsi lain untuk leles adalah pojokan buku absensi yang tebel siap mendarat di kepala Leles yang memang sering mengklaim dirinya seorang intel yang sedang menyamar itu.

Nah, itu kalau kasus dengan leles. Lalu, kalau aku gimana?? Pastilah beda perlakuan bapak ibu guru terhadapku. Misal, kita coba taruh pada kasus yang sama, dengan Bu Mia Darmiati dengan mata pelajaran yang sama, yakni matematika.
          “Fuad, hasil dari (a+b)2 (*a ples b kuwadrat), berapa ya le??” tuh, baru pertanyaannya aja udah sangat halus. Pakai tambahan “le” di akhir kalimatnya...
          “anu bu...” *garuk-garuk kepala
          “anu apa leh ad??”
“ennggggg...... nganu bu Mia..” mulai keringetan
“nganu kenapa?? Ayo dijawab Le...”
“itu bu.. saya ndak tahu jawabannya yang gimana...”
“aduh le.. leee... Udah, ndak apa-apa, lain kali belajar yang rajin ya. Biar kalau ditanya sama bapak ibu guru bisa menjawab.. ibu tahu kok kalo kamu itu siswa yang sibuk..” –malah dibela.
Dan tau gak, biasanya bu Mia mengucapkan itu sambil mendekat dan mengusap-usap rambutku lho... tuhh, beda kan perlakuan kepada aku dan kepada Leles??? Kepalaku diusap-usap, kepalanya Leles ditimpuk sama Pojokan buku absensi yang tebel...

Namun, derita terbesar Leles bukanlah pada mata pelajaran matematika, melainkan Fisika yang diampu oleh pak Eko. Seperti yang terjadi waktu itu, siang itu, dihari yang beranjak agak siang tepat untuk mata pelajaran FISIKA. Momok menakutkan bagi hampir seluruh siswa dikelasku. Apalagi bagi aku dan Leles.. heemmm.. bagi kami, ketika ada pelajaran fisika, pengibaratan yang tepat adalah bagaikan main air, ditanah becek yang gembur, yang bisa dicipratkan kemana aja kapan aja, dengan keadaan gak pakai apa-apa, telanjang bulet, dan tempat kita bermain adalah ditengah pasar yang lagi rame-ramenya. Gak kebayang kan gimana jadine???
Suasana yang semula ramai karena para siswa saling minta bantuan untuk mengerjakan PR mendadak menjadi hening. Pasti tahu penyebabnya. Iya, karena Pak Eko yang mengampu mata pelajaran fisika datang dan memasuki ruang kelas kami. Wajah tegang terlihat di hampir semua wajah siswa dikelasku. Jangankan mengeluarkan suara, untuk sekedar bergerak pun sudah sangat berat.  Kami hanya bisa melihat pak Eko menuliskan beberapa soal di papan tulis. Baru setelah itu...
“pagi anak-anak”
“pagi pak!”
“maaf, bapak tinggal sebentar, bapak ada perlu dikantor. Tapi kerjakan yang ada di papan tulis”
“Yesss!!!” batinku – tentunya juga batin anak-anak lain dikelasku.
Kelas kembali gaduh ketika Pak Eko pergi meninggalkan kami. Dan tau gak?? Dari sekitar 30an siswa di kelasku, hanya sekitar 3 atau 4 anak yang mengerjakan dengan sungguh-sungguh. Yang lainnya?? Jelas dung mereka bercanda-canda merasa bebas dari ancaman singa lapar.
          5 menit....
Belum ada tanda-tanda Pak Eko kembali keruang kelas..
10 menit...
Belum ada bau-baunya pak Eko...
15 Menit....
Kelas masih gaduh karena pak Eko belum kembali...
Tiba-tiba...
Brakkkkk!!!!!!!!!
Pintu kelas dipukul dengan keras!!
Kelas menjadi sehening kuburan yang orang-orang matinya pada ngungsi karena ada bencana tanah longsor dan banjir. Mereka ngungsi dengan mencincing kain kafan yang mereka pakai selimut untuk tidurnya sembari teriak-teriak helep mi helep mi...
Ternyata pak Eko sudah kembali. Dan beliau marah dengan apa yang terjadi. Beliau marah karena ternyata sepeninggal beliau, anak-anak dikelas pada ramai..
Dengan wajah garang dan merah, pak Eko mulai megeluarkan suara. 

“pinter!!! Bukannya ngerjain tugas malah pada main-main!!!”
Kami semakin tegang
“mau jadi apa kalian?? Mau jadi preman??!!! Haaa!!!!”
Kami semakin merasa terintimidasi. Kulirik Agus yang duduk dipojokan mulai mengecil telinganya. Hasan yang duduk didekatnya terlihat mengecil kepalanya karena saking takutnya, dan leles?? Kulihat kemaluannya yang semakin mengecil karena menahan rasa takut yang sangat. Aneh... benar-benar aneh makhluk ini... fikirku..
“sampai dimana pekerjaan kalian??!!!”
          Demi menghindari hal-hal yang tidak di inginkan, aku jawil-jawil leles dan kubisikkan untuk pura-pura mengerjakan soal di buku masing-masing. Namun, entah setan apa yang hari itu merasuki pak Eko, beliau tiba-tiba berinisiatif untuk berkeliling. Dan entah setan mana lagi yang menuntun, bangku deretanku saja yang beliau periksa. Mungkin beliau merasa biang dari kebobrokan kelas ini ada dideretan bangkuku. Oya, perlu diketahui, waktu kelas I, dulu aku masuk di kelas I.2, dan duduk dideret paling kiri, didepan meja guru. Aku duduk bangku terdepan paling kiri, bersebelahan dengan leles. Belakangku ada Achmadi dan Lutfi opyok, belakangnya lagi Sya’roni anak mbamban, dan Agus Mbing Sudarto,.. dan aku yakin, hanya aku dan Leles sajalah yang belum mengerjakan tugas dari pak Eko. Karena kulihat walaupun mereka tegang, tapi raut wajahnya tidak menunjukkan kalo mereka belum mengerjakan tugas ini.
          Benar sajalah... Agus Lolos dari hukuman, Sya’roni lolos dari lubang buaya, achmadi lolos dari kegarangan pak Eko, Lutfi?? Dia lolos juga karena sudah nyontek kerjaane orang lain. Lha?? Sekarang tinggal aku dan Leles yang berharap-harap cemas. Seperti sudah diskenario dengan matang dalam pilem-pilem india, dimana sang lakon datangnya selalu mendapat bagian terakhir, pak Eko dengan langkah mantap mendatangi bangku tempat duduk kami berdua. Yang pertama beliau tuju adalah aku. Beliau mengisyaratkan untuk melihat buku garapanku. Terus terang aku sangat takut dengan kejadian selanjutnya. Karena disitu terpampang jelas, hanya soal yang tertera dan juga 2 baris hasil pengerjaanku yang asal-asalan tanpa tahu maksud dan tujuan pengerjaanku sendiri. Dengan kata lain, hasil kerjaanku tidak mempunyai arah hidup, atau arah tujuan sama sekali. Dengan istilah kasarnya “Ngawur Bawur”. Tapi apa yang terjadi selanjutnya sangatlah diluar dugaanku. Pak Eko mengembalikan bukuku tanpa ada tindakan lain selain mengulurkan tangan untuk kemudian mengambil buku garapan si leles.
          Tiba-tiba wajah pak Eko Merah. Dengan mata agak mendelik, beliau bertanya pada leles.
          “apa ini??!!!”
          Leles tak menjawab. Dia memilih diam. Namun, sejenak kemudian...
          PLAKKKKKK!!!! Tangan kiri pak Eko Melayang di pipi Leles bagian kanan.
          “ANJRIITTTT!!!” *ini murni reflek yang diucapkan oleh leles karena kaget dengan tamparan telak yang dia terima. Menyadari hal itu, segera dia hendak mengucapkan sesuatu... namun...
          “APA KATAMUUU!!!!!??? KAMU BERANI NANTANGIN YA???!!!!”
Disusul kemudian..
          PLAKKKKKK!!!!! Kali ini giliran tangan kanan Pak Eko yang mengayun menerpa pipi kiri Leles.
          “HADOOOHHHH!!!” dia hanya bisa berteriak. Menerima hadiah kedua dari pak Eko.
Untuk kemudian, kelas benar-benar menjadi hening dalam tempo waktu yang lama
“untuk semuanya saja, jangan ada yang berani-berani nantangin saya. Jangan ada yang macem-macem!!” *pak Eko memberikan peringatan bagi kami semua.
          Sementara itu, Kulirik sebelah kananku. Terlihat Leles meringis-ringis sembari menahan rasa sakit dikedua pipinya. Aku merasa geli melihat wajahnya yang amburadul ketika itu. Terus terang, Aku juga merasa penasaran dengan apa yang dikerjakan oleh Leles sehingga bisa-bisanya dia menjadi korban keganasan Pak Eko dihari itu. Aku sendiri juga heran, karena setahuku, Leles mengerjakan tugas itu bersamaku. Aku beranikan diri untuk mengambil buku garapan Leles yang berada didepannya. Kubuka bagian tugasnya, dan aku sadari dengan sesadar-sadarnya, bahwa APA YANG DIKERJAKAN LELES SAMA PERSIS DENGAN APA YANG AKU KERJAKAN... lalu mengapa aku lolos tapi Leles mendapatkan 2 hadiah di pipinya??? Segala yang terjadi memanglah sebuah misteri illahi.... xixixixxiix

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...