Saturday 20 July 2013

Ma'el Vs Abang Tukang Pentol



Sebelumnya, aku mau ngucapin sepatah kalimat sebelum kalian membaca postinganku kali ini. Yakni, jangan meniru adegan ini dimanapun anda berada, karena adegan ini tidak baik dan hanya bisa dilakukan oleh pemeran yang sudah professional. Terima kasih.
          Aku mempunyai seorang teman kuliah yang tidak ganteng, tidak imut, tidak lucu tapi jelek yang bernama Mael. Seperti biasa, sepertimana dalam tulisan-tulisanku yang terdahulu, pantang bagiku untuk menyebutkan nama sebenarnya dari pelaku dalam cerita yang aku tulis. Karena demi etika penulisan yang sangat aku patuhi. Jadi, untuk sekali lagi, aku tidak akan menyebutkan nama lengkapnya si Moch. Yusuf Ismail yang menjadi tokoh utama dalam cerita ini. Ya, aku sama sekali tidak akan menyebutkan nama si pelaku yang bernama Moch. Yusuf Ismail ini. Sebut saja namanya sebagai Mael, seorang mahluk dari daerah Jenu, tuban jawa Timur yang berperangai aneh dan sangat tidak menggemaskan. Dia mengklaim dirinya sebagai kembaran dari Bintang Sepak Bola asal Swedia, Zlatan Ibrahimovic. Dan, agar lebih keren dan lebih mirip dengan Ibra, maka, namanya pun disamarkan menjadi Zlatan Izmailovic. (sumpah, maksa banget ya?? Kedengarannya sangat tidak enak dan tidak pas di telinga. Kadang-kadang malah saat dia menyebutkan namanya itu, rasanya pengen batuk berdahak yang dahaknya sulit banget untuk dikeluarin). Sumpah, aku gak bohong kok. Kalo pengen tahu penampakan wajah anehnya, nih, Facebooknya Zlatan Izmailovic Angon Dinosaurus.
          Cukup perkenalan singkat kita dengan makhluk yang bernama Mael ini. Berharaplah para pembaca agar tidak bertemu dengannya pada kesempatan apapun. Karena jika bertemu, sekalipun anda akan menahan dengan sekuat hati, anda tidak akan mampu untuk menahan tawa ketika melihat wajahnya.
          Kisah ini terjadi ketika masih kuliah. Untuk semester berapa, aku lupa-lupa ingat dengan kejadiannya. Yang penting, ketika itu, lokasi kejadiannya adalah di Halaman perpustakaan. Perpustakaan di kampusku letaknya agak tinggi (dulu). Meski hanya berlantai satu, namun, di bagian depan, ada semacam dek yang berpagar. Jadi ketika kita datang ke perpustakaan, maka kita harus melintasi anak tangga untuk sampai ke pintu masuk perpustakaan. Para pembaca mungkin heran, kenapa makhluk seperti kami ini mau-maunya masuk ke perpustakaan yang identik dengan orang-orang pintar. Yups, jika anda menyangka jika kami adalah makhluk yang pintar, anda benar-benar tepat. Kami adalah kumpulan dari makhluk pintar yang bermetamorphosis dalam kegilaan yang cenderung bodoh. Jadi, tak perlu susah menyimulkan kami ini seperti apa. Karena kami sendiri juga bingung dengan kesimpulan yang kami buat untuk diri kami sendiri.






          Apapun alasannya, namun yang pasti, waktu itu kami ke perpustakaan karena disana ada penunggunya. Cewek pula. Masih ingat, bagaimana kami selalu berebut masuk ke perpustakaan jika Mbak Santi (nama penunggu Perpustakaan. Tapi bukan makhluk halus lho dia. Dia manusia biasa kok. Tapi memang dia halus lho… kalo bicara aja lirih banget… xixixi) Yang mendapatkan giliran jaga perpus. Namun, ketika kami tidak mendapati mbak Santi di Posisinya sebagai penunggu perpus, kami akan segera keluar dan nongkrong di pinggir pager perpus yang menghadap tanah parkir yang sering dijadikan abang-abang tukang pentol mangkal untuk menjajakan jualannya.
          Hari itu, kami berdelapan (Genk Andrea = Anak-anak Dua Ribu Enam A), saat rehat perkuliahan melaju ke perpustakaan. Seperti biasa, untuk para cowok modus utama ke perpus adalah biar bisa godain mbak Santi. Tapi bagi yang cewek, biasanya ke perpustakaan untuk mencari referensi mata kuliah atau tugas. (perlu diketahui, genk Andrea terdiri dari 4 butir laki-laki, dan 4 buah perempuan. Yakni, M. Fuad Shulkhan Tsania *paling unyu-unyu, Moch. Yusuf Ismail *paling jelek, Patria Kristianto *paling narsis, Mustakim Angara Putra *paling lugu, Nurul Chacik Istiana, Silvia Oky Andriyani, Siska Triwahyuningsih, dan Fitri Rahmawati). Namun naas bagi kami, ternyata kekecewaan pada hari itu yang kami dapat. Setiba di perpus, kami tak mendapati mbak Santi disana.
“Mbak Santi nya lagi izin mas. Ada tugas keluar kota..” kata penjaga Perpus yang menggantikan jadwalnya mbak Santi hari itu.

Yah, apa mau dikata, kami (para cowok) keluar dan lebih memilih menghabiskan waktu rehat jam kuliah di beranda perpus sambil memandangi abang-abang tukang pentol.
          “Bosen nih… gak ada mbak Santi..” mael mulai membuka suara.
          “Kenapa sih mbak Santi Pake ada acara keluar kota segala??” protes Patria.
          Aku dan Tukim diam..
          “eh, biar gak bosen, ayo kita bikin acara yok…” *saran Patria
“Apa???” kami bertiga kompak menjawab dengan kata “apa”. Mirip paduan suara yang kompak dengan nada suara Fales.
“kira-kira apa ya Pat ya???” 8pertanyaan Tukim.
“gimana kalo ke kantin aja???” usulku
“ah, kau Kong! Kayak punya duwid aja. Palingan di kantin juga Cuma pesen minum...” *serobot mael
Terdiam untuk beberapa saat...
Tidak ada suara...
Tak ada tanda-tanda timbulnya ide..
”Eh, aku ada ide!!!!” tiba-tiba ada suara dari Ma’el.
“Apahhhhh?????”
“gimana kalo kita bikin acara bakaran???” mael menerangkan dengan gayanya yang khas. Yakni sambil monyong-monyongin wajah jeleknya.
“Waaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!” kami bertiga berteriak kegirangan mendengar acara yang ditawarkan oleh Ma’el. Bayangan kami, pastilah seru dengan apa yang akan terjadi nanti. Kami membayangkan betapa enaknya siang-siang ngadain acara bakaran. Ayam, bebek, atau apalah itu. Yang pasti membayangkannya saja sudah membuat kami ngiler...
“oke!! Kita bakaran! Emang mau bakaran apa Il??” suara patria yang melengking menyadarkanku dari lamunan tentang bakaran itu.
“ini nih, daripada nganggur, mending ayo bakaran kampus!!!! wakakakakakakak”
Gubrakkkk!!!!! Kami bertiga terjengkang mendengar jawaban Ma’el yang seperti tanpa rasa berdosa sama sekali.
          “udah-udah, aku tadi Cuma bercanda kok... hahahahahaha”
“sialan kamu! Kampret!!!”
“hehehehehehe” ma’el hanya senyum-senyum melihat kami sewot.
Memang, ketika jam perkuliahan rehat atau kosong, berdiam diri didalam ruang perkuliahan memang sangat menyebalkan. Namun, lebih menyebalkan lagi, ketika kita capek-capek beranjak menuju perpustakaan untuk melihat Mbak Panjaga, tapi ternyata mbak penjaganya sedang tidak ada ditempat. Pengibaratan yang tepat untuk situasi seperti itu adalah, kita seperti maen api, disiang hari yang terik, ditengah tumpukan jerami, dan tepat disebelahnya ada segudang minyak tanah, dan pasti dengan keadaan gak make apa-apa. Jadi, intinya adalah, panas membara dengan keadaan seperti itu..



          Entahlah, aku gak tahu apa yang harus dilakuin waktu itu. Yang kami lakukan Cuma duduk-duduk diberanda perpustakaan kampus, sambil ngeliatin abang-abang tukang pentol dibawah sana. Siapa tahu ada mahasiswi cakep yang kebetulan beli pentol dan melihat keberadaan kami, lalu menjadi jatuh cinta pada salah satu dari kami pada pandangan pertama. Dan... jika hal itu terjadi, maka dengan diiringi oleh lagu-lagu dari pilem india, kita mulai bernyanyi-nyanyi kayak orang sarap, meluk-meluk pohon seperti yang dilakukan bintang pilem india itu, berguling-guling kayak orang hilang ingatan dan tak lupa nyanyiin lagunya chalte-chalte ato lagu kuch-kuch ho ta hai... (Pernahkah temen-temen bayangin, apakah jatuh cinta bisa semudah itu?? Ketemu disuatu tempat, terus saling berpandangan, lalu tiba-tiba ada suara musik, kemudian si cowok dan si cewek berjoget-joget kayak orang ayan, guling-guling, dan diakhiri dengan tarian yang gak jelas siapa penciptanya. Coba bayangkan, apakah bisa semudah itu? Coba deh lakuin. Ketika ketemu cewek cakep, terus tiba-tiba kamu nyanyi-nyanyi, joget-joget, dan teriak-teriak. Dijamin bakalan langsung dipanggilin rumah sakit jiwa kamu. xixixixii)
          Kembali lagi ke permasalahan. Ketika kami sedang duduk-duduk santai didepan perpustakaan, tiba-tiba Ma’el beranjak ke beranda yang tepat menghadap ke salah satu abang penjual pentol.
          “hei, kalian mau pentol gak??” tanya Ma’el pada kami.
          “yoooo!!! Banget!!” jawab kami serempak.
          “oke!”
Untuk kemudian, Ma’el berbalik dan mulai berteriak-teriak kayak orang kesurupan kepada abang penjual pentol dibawah.
          “Leeeekkkk!!! Pentole masih gak!!!”
          “Apaaaaa??? Aku Gak Denger!!!!” jawab abang tukang Pentol.
          “Pentole Ijeeeekkkkk???? (pentolnya masih?? -terjemahan)”
          “owhh... ijeeekkkk!!! Piye nuwhh??”
Sembari menjawab seperti itu, si abang tukang pentol mulai beranjak mendekati si ma’el.
          “hehehehe...” ma’el meringis
          “Yasudaaahh!! Kalau masih, jual lagi sanaaaaaa!!!! wakakakakaka” *sambil kabur.
Kami yang menyadari keadaan tidak menguntungkan bagi kami, tanpa dikomando lagi ikut mengambil langkah seribu mengikuti Ma’el yang terlebih dahulu berlari. Kami tentu kaget dengan kejadian yang sama sekali membuyarkan harapan kami untuk bisa makan pentol, setelah sebelumnya gagal makan bakaran.
          Sementara itu dibelakang, aku lihat sang abang tukang pentol menggeram dan bersumpah, suatu saat akan memberi pelajaran kepada seorang makhluk yang bernama Ma’el... kita tunggu saja.. suatu saat nanti...

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...