Sebelumnya,
aku mau ngucapin sepatah kalimat sebelum kalian membaca postinganku kali ini.
Yakni, jangan meniru adegan ini dimanapun anda berada, karena adegan ini tidak
baik dan hanya bisa dilakukan oleh pemeran yang sudah professional. Terima
kasih.
Aku mempunyai seorang teman kuliah
yang tidak ganteng, tidak imut, tidak lucu tapi jelek yang bernama Mael.
Seperti biasa, sepertimana dalam tulisan-tulisanku yang terdahulu, pantang
bagiku untuk menyebutkan nama sebenarnya dari pelaku dalam cerita yang aku tulis.
Karena demi etika penulisan yang sangat aku patuhi. Jadi, untuk sekali lagi,
aku tidak akan menyebutkan nama lengkapnya si Moch. Yusuf Ismail yang menjadi
tokoh utama dalam cerita ini. Ya, aku sama sekali tidak akan menyebutkan nama
si pelaku yang bernama Moch. Yusuf Ismail ini. Sebut saja namanya sebagai Mael,
seorang mahluk dari daerah Jenu, tuban jawa Timur yang berperangai aneh dan
sangat tidak menggemaskan. Dia mengklaim dirinya sebagai kembaran dari Bintang
Sepak Bola asal Swedia, Zlatan Ibrahimovic. Dan, agar lebih keren dan lebih
mirip dengan Ibra, maka, namanya pun disamarkan menjadi Zlatan Izmailovic.
(sumpah, maksa banget ya?? Kedengarannya sangat tidak enak dan tidak pas di
telinga. Kadang-kadang malah saat dia menyebutkan namanya itu, rasanya pengen
batuk berdahak yang dahaknya sulit banget untuk dikeluarin). Sumpah, aku gak
bohong kok. Kalo pengen tahu penampakan wajah anehnya, nih, Facebooknya Zlatan
Izmailovic Angon Dinosaurus.
Cukup perkenalan singkat kita dengan
makhluk yang bernama Mael ini. Berharaplah para pembaca agar tidak bertemu
dengannya pada kesempatan apapun. Karena jika bertemu, sekalipun anda akan
menahan dengan sekuat hati, anda tidak akan mampu untuk menahan tawa ketika
melihat wajahnya.
Kisah ini terjadi ketika masih kuliah.
Untuk semester berapa, aku lupa-lupa ingat dengan kejadiannya. Yang penting,
ketika itu, lokasi kejadiannya adalah di Halaman perpustakaan. Perpustakaan di
kampusku letaknya agak tinggi (dulu). Meski hanya berlantai satu, namun, di
bagian depan, ada semacam dek yang berpagar. Jadi ketika kita datang ke
perpustakaan, maka kita harus melintasi anak tangga untuk sampai ke pintu masuk
perpustakaan. Para pembaca mungkin heran, kenapa makhluk seperti kami ini
mau-maunya masuk ke perpustakaan yang identik dengan orang-orang pintar. Yups,
jika anda menyangka jika kami adalah makhluk yang pintar, anda benar-benar
tepat. Kami adalah kumpulan dari makhluk pintar yang bermetamorphosis dalam
kegilaan yang cenderung bodoh. Jadi, tak perlu susah menyimulkan kami ini seperti
apa. Karena kami sendiri juga bingung dengan kesimpulan yang kami buat untuk
diri kami sendiri.
Apapun alasannya, namun yang pasti,
waktu itu kami ke perpustakaan karena disana ada penunggunya. Cewek pula. Masih
ingat, bagaimana kami selalu berebut masuk ke perpustakaan jika Mbak Santi
(nama penunggu Perpustakaan. Tapi bukan makhluk halus lho dia. Dia manusia
biasa kok. Tapi memang dia halus lho… kalo bicara aja lirih banget… xixixi)
Yang mendapatkan giliran jaga perpus. Namun, ketika kami tidak mendapati mbak
Santi di Posisinya sebagai penunggu perpus, kami akan segera keluar dan
nongkrong di pinggir pager perpus yang menghadap tanah parkir yang sering
dijadikan abang-abang tukang pentol mangkal untuk menjajakan jualannya.
Hari itu, kami berdelapan (Genk Andrea
= Anak-anak Dua Ribu Enam A), saat rehat perkuliahan melaju ke perpustakaan.
Seperti biasa, untuk para cowok modus utama ke perpus adalah biar bisa godain
mbak Santi. Tapi bagi yang cewek, biasanya ke perpustakaan untuk mencari
referensi mata kuliah atau tugas. (perlu diketahui, genk Andrea terdiri dari 4
butir laki-laki, dan 4 buah perempuan. Yakni, M. Fuad Shulkhan Tsania *paling
unyu-unyu, Moch. Yusuf Ismail *paling jelek, Patria Kristianto *paling narsis,
Mustakim Angara Putra *paling lugu, Nurul Chacik Istiana, Silvia Oky Andriyani,
Siska Triwahyuningsih, dan Fitri Rahmawati). Namun naas bagi kami, ternyata
kekecewaan pada hari itu yang kami dapat. Setiba di perpus, kami tak mendapati
mbak Santi disana.
“Mbak Santi nya lagi
izin mas. Ada tugas keluar kota..” kata penjaga Perpus yang menggantikan
jadwalnya mbak Santi hari itu.
Yah, apa mau dikata,
kami (para cowok) keluar dan lebih memilih menghabiskan waktu rehat jam kuliah
di beranda perpus sambil memandangi abang-abang tukang pentol.
“Bosen nih… gak ada mbak Santi..” mael
mulai membuka suara.
“Kenapa sih mbak Santi Pake ada acara
keluar kota segala??” protes Patria.
Aku dan Tukim diam..
“eh, biar gak bosen, ayo kita bikin
acara yok…” *saran Patria
“Apa???”
kami bertiga kompak menjawab dengan kata “apa”. Mirip paduan suara yang kompak
dengan nada suara Fales.
“kira-kira apa ya Pat ya???”
8pertanyaan Tukim.
“gimana kalo ke kantin aja???”
usulku
“ah, kau Kong! Kayak punya duwid
aja. Palingan di kantin juga Cuma pesen minum...” *serobot mael
Terdiam untuk beberapa saat...
Tidak ada suara...
Tak ada tanda-tanda timbulnya
ide..
”Eh, aku ada ide!!!!” tiba-tiba
ada suara dari Ma’el.
“Apahhhhh?????”
“gimana kalo kita bikin acara
bakaran???” mael menerangkan dengan gayanya yang khas. Yakni sambil
monyong-monyongin wajah jeleknya.
“Waaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!”
kami bertiga berteriak kegirangan mendengar acara yang ditawarkan oleh Ma’el. Bayangan
kami, pastilah seru dengan apa yang akan terjadi nanti. Kami membayangkan betapa
enaknya siang-siang ngadain acara bakaran. Ayam, bebek, atau apalah itu. Yang pasti
membayangkannya saja sudah membuat kami ngiler...
“oke!! Kita bakaran! Emang mau
bakaran apa Il??” suara patria yang melengking menyadarkanku dari lamunan
tentang bakaran itu.
“ini nih, daripada nganggur,
mending ayo bakaran kampus!!!! wakakakakakakak”
Gubrakkkk!!!!! Kami bertiga terjengkang mendengar
jawaban Ma’el yang seperti tanpa rasa berdosa sama sekali.
“udah-udah,
aku tadi Cuma bercanda kok... hahahahahaha”
“sialan kamu! Kampret!!!”
“hehehehehehe” ma’el hanya
senyum-senyum melihat kami sewot.
Memang, ketika jam perkuliahan rehat atau kosong, berdiam
diri didalam ruang perkuliahan memang sangat menyebalkan. Namun, lebih
menyebalkan lagi, ketika kita capek-capek beranjak menuju perpustakaan untuk
melihat Mbak Panjaga, tapi ternyata mbak penjaganya sedang tidak ada ditempat. Pengibaratan
yang tepat untuk situasi seperti itu adalah, kita seperti maen api, disiang
hari yang terik, ditengah tumpukan jerami, dan tepat disebelahnya ada segudang
minyak tanah, dan pasti dengan keadaan gak make apa-apa. Jadi, intinya adalah,
panas membara dengan keadaan seperti itu..
Entahlah,
aku gak tahu apa yang harus dilakuin waktu itu. Yang kami lakukan Cuma duduk-duduk
diberanda perpustakaan kampus, sambil ngeliatin abang-abang tukang pentol
dibawah sana. Siapa tahu ada mahasiswi cakep yang kebetulan beli pentol dan
melihat keberadaan kami, lalu menjadi jatuh cinta pada salah satu dari kami
pada pandangan pertama. Dan... jika hal itu terjadi, maka dengan diiringi oleh
lagu-lagu dari pilem india, kita mulai bernyanyi-nyanyi kayak orang sarap,
meluk-meluk pohon seperti yang dilakukan bintang pilem india itu,
berguling-guling kayak orang hilang ingatan dan tak lupa nyanyiin lagunya
chalte-chalte ato lagu kuch-kuch ho ta hai... (Pernahkah temen-temen bayangin,
apakah jatuh cinta bisa semudah itu?? Ketemu disuatu tempat, terus saling
berpandangan, lalu tiba-tiba ada suara musik, kemudian si cowok dan si cewek
berjoget-joget kayak orang ayan, guling-guling, dan diakhiri dengan tarian yang
gak jelas siapa penciptanya. Coba bayangkan, apakah bisa semudah itu? Coba deh
lakuin. Ketika ketemu cewek cakep, terus tiba-tiba kamu nyanyi-nyanyi,
joget-joget, dan teriak-teriak. Dijamin bakalan langsung dipanggilin rumah
sakit jiwa kamu. xixixixii)
Kembali
lagi ke permasalahan. Ketika kami sedang duduk-duduk santai didepan
perpustakaan, tiba-tiba Ma’el beranjak ke beranda yang tepat menghadap ke salah
satu abang penjual pentol.
“hei,
kalian mau pentol gak??” tanya Ma’el pada kami.
“yoooo!!!
Banget!!” jawab kami serempak.
“oke!”
Untuk kemudian, Ma’el berbalik dan mulai
berteriak-teriak kayak orang kesurupan kepada abang penjual pentol dibawah.
“Leeeekkkk!!!
Pentole masih gak!!!”
“Apaaaaa???
Aku Gak Denger!!!!” jawab abang tukang Pentol.
“Pentole
Ijeeeekkkkk???? (pentolnya masih?? -terjemahan)”
“owhh...
ijeeekkkk!!! Piye nuwhh??”
Sembari menjawab seperti itu, si abang tukang
pentol mulai beranjak mendekati si ma’el.
“hehehehe...”
ma’el meringis
“Yasudaaahh!!
Kalau masih, jual lagi sanaaaaaa!!!! wakakakakaka” *sambil kabur.
Kami yang menyadari keadaan tidak menguntungkan bagi
kami, tanpa dikomando lagi ikut mengambil langkah seribu mengikuti Ma’el yang
terlebih dahulu berlari. Kami tentu kaget dengan kejadian yang sama sekali
membuyarkan harapan kami untuk bisa makan pentol, setelah sebelumnya gagal
makan bakaran.
Sementara
itu dibelakang, aku lihat sang abang tukang pentol menggeram dan bersumpah,
suatu saat akan memberi pelajaran kepada seorang makhluk yang bernama Ma’el...
kita tunggu saja.. suatu saat nanti...
No comments:
Post a Comment