Saturday 20 July 2013

Metamorphosis : Derita Bu Guru Dikelasku



CHAPTER V
UNFORGOTABLE (TAK TERLUPAKAN)
Masalah per-kentut-an, aku menjadi ingat dengan salah satu guru mata pelajaran di sekolah kami yang memasuki ruangan tempat kami belajar. Aku ingat-ingat, selama seminggu ini. Terlepas dari Masa Orientasi Siswa yang kami jalani, selama seminggu ini pula ada beberapa bapak ibu guru yang masuk ke kelas kami. Yang pertama masuk waktu itu adalah Pak Eko Daryoto, yang belakangan aku ketahui sebagai guru fisika. Tidak ada kesan apa-apa saat bertemu dengan beliau ini. Itu semua karena satu hal, aku sangat lemah dalam pelajaran berhitung. Hehehehe..
Guru kedua yang aku ingat adalah pak Cahyo Purnomo. Guru BeKa. Pertama yang aku lihat kesannya sangat serius. Dan ternyata kesan pertama tidak menentukan perjalanan selanjutnya. Karena selama tiga tahun itu, Pak Cahyo lah yang menjadi salah satu guru Pembina dan tempatku berbagi masalah. Heeee….
Leles Bermetamorphis

Dan yang paling seru adalah, ketika kelasku dimasuki oleh Ibu Rita Damayanti yang pada waktu itu mengampu pelajaran bahasa Indonesia. Dan kesan pertama sangatlah menggoda. Bukan denganku sih. Tapi dengan Leles yang imut-imut itu. Seperti biasa, saat jeda pelajaran, aku dan Leles ngobrol masalah macem-macem. Yang diomongin ya jelas saja cewek. Apalagi tepat di bangku sebelah, bercokol sesosok cewek yang berkulit putih bersih dan berkedudukan dari gunem bernama Yuni Puji Lestari. Ternyata diam-diam dia dilirik-lirik oleh Leles (maklum, masa-masa awal sekolah. Jadi pandangan-pandangan pertama harus dilepaskan untuk mencari sinyal-sinyal keberadaan kaum cewek).
Tiba-tiba….
Bau aneh tercium. “kentut!! Kentut!! Ada yang kentut!! Huwwweeeekkk!! Ambune gak enaaakkk!!” Tanpa komando apa-apa, Ahmadi dan Luthfi, yang duduk dibelakang kami berteriak. Aku tersadar. Ternyata bau tidak enak itu berasal dari benda tanpa wujud hasil ekstraksi tenaga dalamnya Leles. Ku tengok dia, dan… hanya nyengir saja yang aku dapatkan dari dia. “Sori Ngak, kelepasan. Udah gak tahan tadi.. heee”. Okelah tak apa-apa. Lagian juga baunya juga pasti hilang kok. Meski dalam beberapa menit hilangnya. Sungguh siksaan yang sangat luar biasa ketika kami harus menahan nafas sambil menantikan udara tidak sehat dari Leles itu menghilang ditelan angin. Dan dunia pun kembali berjalan normal ketika bau yang membakar paru-paru itu hilang. Segera aku tarik nafas dalam-dalam untuk menyegarkan udara di paru-paru dan system pernafasanku yang terkontaminasi gas emisi karbonnya si Leles.
“Tiiiiiiiiiiiitttt” tiba-tiba terdengar suara aneh lagi. Dan aku segera sadar dengan keadaan sekitar. Keselamatanku terancam dengan kiriman tahap kedua tenaga dalam dari Leles. Dan lagi-lagi, teman-teman disekitar berteriak-teriak dalam menyambut shodaqoh dari Leles ini (pasti karena saking gembiranya mereka dalam menerima hadiah gratis dari Leles. hahaha). Kulihat lagi dia, dan sekali lagi nyengir aku dapatkan darinya.
“Sori lagi Ngak. Tadi udah coba tak tahan. Kamu denger sendiri kan suarane yang lebih halus daripada biasanya?? heee” Tanpa merasa berdosa, dia menjelaskannya padaku. Aku ingin marah, namun aku urungkan karena dari balik pintu, aku lihat seorang Guru wanita yang usianya masih lumayan muda. Belakangan aku tahu, beliau bernama Bu Rita Damayanti, dan mengampu mata pelajaran bahasa Indonesia...

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...